Beranda Klinik Perdata Jaminan Utang Menuru.
Perdata Jaminan Utang Menuru.
Perdata Selasa, 10 Agustus 2021 Selasa, 10 Agustus 2021 Bacaan 3 Menit Saya ingin mengetahui bagaimanakah jaminan dalam utang piutang menurut Hukum Islam? Apakah dibolehkan atau tidak? Jaminan dalam akad utang-piutang pada prinsipnya diperbolehkan dalam hukum Islam dengan syarat dilakukan berdasarkan ketentuan syariah. Jenis jaminan utang dalam hukum Islam dibagi menjadi dua, yaitu jaminan berupa orang ( kafalah ) dan jaminan berupa harta benda ( rahn ).
Apa perbedaan keduanya dan apa saja rukun-rukun yang harus dipenuhi? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Secara umum, jaminan dalam hukum Islam dibagi menjadi dua yakni kafalah dan rahn. Dalam akad kafalah, pihak yang berpiutang menjadikan pihak lain sebagai jaminan, sedangkan pada akad rahn yang dijadikan sebagai jaminan utang adalah harta benda.
Di Indonesia, kedua konsep jaminan tersebut diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (“KHES”) dan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn (“Fatwa DSN-MUI 25/2002”),
Kafil /Penjamin; Makful ‘anhu /pihak yang dijamin; Makful lahu /pihak yang berpiutang; Makful bih /objek kafalah; danAkad, yang harus dinyatakan baik dengan lisan, tulisan, maupun isyarat.
Kafalah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara muthlaqah (tidak dengan syarat) atau muqayyadah (dengan syarat). Dalam akad kafalah muthlaqah, penjamin dapat segera dituntut apabila utang harus segera dibayar oleh debitur (sudah jatuh tempo).
Murtahin /penerima barang; Rahin /yang menyerahkan barang; Marhun /barang jaminan; Marhun Bih /pinjaman (utang);
Akad rahn harus dinyatakan oleh para pihak dengan cara lisan, tulisan, atau isyarat. Para ulama sepakat, ketentuan pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN-MUI 25/2002, sebagai berikut:
Penerima barang berhak menahan barang jaminan hingga utang orang yang menyerahkan barangBarang jaminan serta manfaatnya tetap menjadi mlik yang menyerahkan barang. Penerima barang dilarang memanfaatkan barang jaminan kecuali yang menyerahkan barang telah memberikan izin.Pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan menjadi kewajiban yang menyerahkan barang, namun dapat dilakukan juga oleh penerima barang berdasarkan kesepakatan.Biaya pemeliharaan dan penyimpananan menjadi kewajiban yang menyerahkan barang, Besar biaya harus tetap dan ditentukan berdasarkan kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak dan tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Dalam hal terjadi gagal bayar dan berujung pada penjualan barang jaminan, berikut adalah ketentuan yang perlu diperhatikan oleh para pihak:
Setiap jatuh tempo pembayaran, penerima barang harus memperingatkan yang menyerahkan barang untuk segera melunasi utangnya.Apabila yang menyerahkan barang tidak dapat melunasi utangnya, maka barang jaminan dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.Apabila terdapat kelebihan hasil penjualan maka menjadi hak yang menyerahkan barang dan kekurangannya menjadi kewajibanya pula,
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak dalam akad rahn maupun akad kafalah, maka harus dilakukan penyelesaian melalui musyawarah terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai kesepakatan, tahap penyelesaian selanjutnya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah ; Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn,
Pasal 20 angka 12 KHES Pasal 335 ayat (1) KHES Pasal 335 ayat (2) KHES Pasal 342 KHES Pasal 343 dan Pasal 344 KHES Pasal 20 angka 14 KHES Pasal 373 ayat (1) KHES Pasal 373 ayat (2) KHES Tags:
Lihat jawaban lengkap
Contents
- 0.1 Apa dalil yang menjelaskan dasar hukum pinjam meminjam?
- 0.2 Dalil tentang pinjam meminjam terdapat dalam surat apa dan ayat berapa?
- 0.3 Apa yang kamu ketahui tentang surat Al Maidah ayat 2?
- 1 Apa yang dimaksud dengan pinjam meminjam dan berikan contohnya?
- 2 Apa dalil tentang jual beli?
- 3 Apa hukum meminjam uang di bank?
- 4 Bagaimana hukum asal pinjam meminjam dalam ilmu fiqih?
Apa dalil yang menjelaskan dasar hukum pinjam meminjam?
Jumat 24 Apr 2020 03:48 WIB – Foto: OJK Tips meminjam di fintech peer to peer lending. Beberapa kalangan menyamakan aktivitas meminjam dengan berutang. REPUBLIKA.CO.ID, Pinjam-meminjam telah menjadi bagian keseharian masyarakat, baik yang melibatkan barang, uang, tanah, maupun benda lainnya.
Sejak zaman Rasulullah, kegiatan ini telah dipraktikkan dan terus mengalami perkembangan. Kini banyak hadir institusi keuangan yang khusus berkecimpung dalam usaha ini. Misalnya, koperasi simpan-pinjam. Demikian pula industri perbankan, memiliki divisi perkreditan yang pada dasarnya juga memberikan pinjaman uang bagi nasabahnya.
Rasulullah juga telah memberikan petunjuk dan arahan mengenai hal ini. Beberapa kalangan menyamakan aktivitas meminjam dengan berutang. Maka itu, pada beberapa hal hukum keduanya saling berkait. Praktik ini dalam bahasa Arab adalah qardh, artinya hampir mirip dengan jual beli.
- Secara harfiah, maknanya yakni pengalihan hak milik harta atas harta.
- Menurut paham hanafiah, qardh merupakan harta yang memiliki kesepadanan yang diberikan, kemudian ditagih kembali.
- Alangan ulama membolehkan transaksi tersebut.
- Dasarnya adalah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
- Bukan seorang Muslim (mereka) yang meminjamkan Muslim (lainnya) dua kali, kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”.
Demikian pernyataan Rasulullah. Dasar lainya adalah Alquran dalam surah al-Haddid ayat 11. “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya. Dan, dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
- Meminjam sesuatu juga punya landasan secara ijma.
- Para ulama memandang, kesepakatan itu tidak lepas dari hakikat manusia yang bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
- Sesuatu yang tidak dimiliki, padahal sangat dibutuhkan, bisa didapat melalui cara meminjam.
- Etentuan mengenai transaksi peminjaman ini mendapat perhatian ulama mazhab.
Mazhab Hanafi memandang beberapa barang bisa dipinjamkan karena mempunyai nilai kesepadanan serta perbedaan nilainya tidak terlampau jauh. Antara lain, barang-barang yang ditimbang, seperti biji-bijian; yang ukurannya serupa, misalnya kelapa dan telur; dan yang diukur, seperti kain dan bahan.
- Sementara mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali memperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang dapat diperjualbelikan, semisal perak, emas, binatang, maupun makanan.
- Adapun menyangkut hak kepemilikan, merujuk pada pendapat Abu Hanifah, maka telah berlaku melalui penyerahan.
- Seseorang yang meminjam satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh (penyerahan), maka berhak menggunakan dan mengembalikan dengan yang semisalnya.
Pendapat dari mazhab Maliki menegaskan hak kepemilikan berlangsung lewat transakasi, meski tidak menjadi qabdh atas harta. Peminjam diperbolehkan mengembalikan harta semisal yang telah dihutang dan boleh juga mengembalikan harta yang dihutang itu sendiri, baik harta itu memiliki kesepadanan maupun tidak, selama tidak mengalami perubahan: bertambah atau berkurang.
- Apabila berubah, maka harus mengembalikan harta yang semisalnya.
- Mazhab Syafi’i dan Hambali mengemukakan, hak milik dalam qardh berlangsung dengan qabdh.
- Muqtaridh mengembalikan harta yang semisal ketika harta yang dipinjam punya nilai sepadan, karena yang demikian itu lebih dekat dengan kewajibannya.
Imam Hanbali mengharuskan pengembalian harta semisal jika yang diutang adalah harta yang bisa ditakar dan ditimbang, sebagaimana kesepakatan di kalangan para ahli fikih. Bila objek qardh bukan harta yang ditakar dan ditimbang, maka ada dua versi: harus dikembalikan nilainya pada saat terjadi qardh atau harus dikembalikan semisalnya dengan kesamaan sifat yang mungkin.
- Eempat mazhab sepakat bahwa dalam transaksi ini tidak diperbolehkan qardh yang bertujuan mendatangkan keuntungan bagi peminjam.
- Dengan kata lain, praktik riba harus dijauhi dan hukumnya haram.
- Misalnya, memberi pinjaman seribu dinar dengan syarat rumah orang tersebut dijual kepadanya.
- Nabi Muhammad mengatakan, semua utang yang menarik manfaat adalah riba.
Dalam kitab Fawaid al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, Syekh Yusuf Al-Qaradhawi memberi penekanan terhadap pinjaman yang dilakukan kepada bank konvensional. Ia menggarisbawahi, bank konvensional biasanya menerapkan sistem bunga yang diharamkan Islam. Namun, ia memberi toleransi dengan beberapa catatan.
Lihat jawaban lengkap
Dalil tentang pinjam meminjam terdapat dalam surat apa dan ayat berapa?
QS. Al-Hadid Ayat 11 11. Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia, Share.
Lihat jawaban lengkap
Apa yang kamu ketahui tentang surat Al Maidah ayat 2?
QS. Al – Ma’idah Ayat 2 Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Lihat jawaban lengkap
Bagaimana Islam mengatur pinjam meminjam?
Suara.com – Saling meminjam barang menjadi bagian dari karakter tolong-menolong yang dibawa oleh setiap manusia. Menjadi hal yang lumrah karena terkadang manusia tidak bisa memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Hukum dan rukun pinjam meminjam dalam Islam juga sudah diatur sedemikian ketat.
Harapannya agar manusia senantiasa bertanggung jawab atas barang yang dipinjamnya. Jurnal yang termuat dalam repo.iain-tulungagung.ac.id memuat tentang hukum dan rukun pinjam meminjam dalam Islam. Dalam jurnal tersebut, meminjam diartikan sebagai membolehkan orang lain mengambil manfaat dari barang atau jasa dengan tidak merusak benda atau jasa tersebut.
Peminjam wajib mengembalikan pinjaman setelah diambil manfaatnya dalam keadaan tetap. Pinjam meminjam di dalam Islam adalah aktivitas yang boleh dilakukan berdasarkan kesepakatan orang yang meminjami maupun dipinjami, baik dengan cara mutlak atau tidak terikat waktu maupun dibatasi oleh waktu.
Dalam syariat Islam pinjam meminjam adalah akad atau perjanjian yang berupa pemberian manfaat dari suatu benda yang halal dari seseorang kepada orang lainnya tanpa adanya imbalan dengan tidak mengurangi ataupun mengubah barang tersebut dan nantinya akan dikembalikan setelah diambil manfaatnya. Baca Juga: Apa Penyebab Pinjol Ilegal Tumbuh Subur di Indonesia? Begini Kata Pengamat Asal hukum pinjam meminjam adalah sunah.
Pinjam meminjam ini setara dengan tolong menolong. Namun, bisa juga menjadi wajib seperti meminjamkan kain kepada orang yang membutuhkan pakaian. Kemudian bisa juga menjadi haram jika barang yang dipinjamkan adalah barang yang haram atau aktivitas pinjam-meminjam bertujuan untuk melakukan perkara yang haram.
- Rukun Pinjam Meminjam dalam Islam Sebelum melakukan aktivitas pinjam-meminjam, terlebih dahulu perlu diperhatikan rukun pinjam meminjam berikut ini.1.
- Orang yang Memberikan Pinjaman Orang yang memberikan pinjaman harus meminjamkan barang atas inisiatif pribadi dan tanpa paksaan.
- Orang yang memberi pinjaman tidak boleh berasal dari golongan anak kecil, gila, atau tidak memiliki kecapakapan dalam mengelola harta.
Terakhir orang yang memberi pinjaman harus sudah memiliki manfaat atas barang yang dipinjamkan. Baca Juga: Layanan Dibuka, Polda Kaltim Terima Ratusan Laporan Korban Pinjol, Gimana Tuh? 2. Orang yang Mendapatkan Pinjaman
Lihat jawaban lengkap
Apa yang dimaksud dengan pinjam meminjam dan berikan contohnya?
Pinjam meminjam menurut ahli fiqih adalah transaksi antara dua pihak. Misalnya orang menyerahkan uang (barang) kepada orang lain secara sukarela, dan uang (barang) itu dikembalikan lagi kepada pihak pertama dalam waktu yang berbeda, dengan hal yang serupa.
Lihat jawaban lengkap
Apa dalil tentang jual beli?
Jual Beli dalam Islam – Jurusan Teknik Industri Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Maa-idah Ayat 3 yang artinya ” Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu “,
- Islam sebagai agama yang sempurna telah mencangkup segala aspek kehidupan manusia, sebagai pedoman hidup manusia agar dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhierat.
- Salah satu aspek yang diatur dalam Islam adalah yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
- Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan.
Salah satu kegiatan ekonomi yang sering dilakukan oleh manusia adalah kegiatan jual beli. Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S.
- Al-Baqarah: 275).
- Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan.
- Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan ” (HR.
Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”.
- Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” ( Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah,
- Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Syarat-syarat praktek jual beli yang sesuai dengan syariat Islam yaitu:
Transaksi jual beli dilakukan dengan Ridha dan sukarela
Transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak, hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, dan dilakukan dengan ridha dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga salah satu pihak (baik penjual maupun pembeli) tidak ada yang dirugikan.
- Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ” ” janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian” (Q.S.
- An-Nisaa: 29).
- Berdasarkan ayat ini juga, maka diketahui bahwa transaksi jual beli harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang paham mengenai jual beli, dan mampu menghitung atau mengatur uang.
Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.
Objek jual beli bukan milik orang lain
Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan ijin dari pemilik barang. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)
Transaksi jual beli dilakukan secara jujur
Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda: “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban). Salah satu contoh transaksi jual beli yang jujur adalah dengan cara penjual menyempurnakan takaran.
- Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah “Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Q.S.
- Asy Syu’araa: 181-183),
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ” Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.
Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan di bangkitkan, pada suatu hari yang besar (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ini” (Q.S. Al Muthaffifiin; 1-6). Transaksi jual beli juga dikatakan dilakukan dengan jujur apabila seorang penjual menjelaskan dengan jujur kondisi barang yang dijualnya kepada pembeli.
Penjual akan memberitahukan kepada pembeli apabila terdapat cacat pada barang yang dia jual. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya ” (HR.
Transaksi jual beli barang yang halal
Transaksi jual beli yang dilakukan haruslah barang atau jasa yang halal dan atau tidak di larang oleh syariat Islam, seperti jual beli narkoba, dan minuman keras. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Objek jual beli dapat diserahterimakan
Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan.
Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan ” (HR. Muslim). Sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, hasil sawah yang belum dipanen, dan lain-lain. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung spekulasi atau judi.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 219 dan Surat Al Maidah ayat 90-91 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219),
Transaksi jual beli yang menjauhkan dari ibadah
Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang a rtinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.
Transaksi jual beli barang yang haram
Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi.
Transaksi jual beli harta riba
“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”, (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.
Transaksi jual beli hasaath
Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim). Transaksi jual beli hasaath dilarang karena jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang.
Lihat jawaban lengkap
Bolehkah kita meminjamkan barang milik orang lain kepada orang yang sangat membutuhkan?
Hukumnya Wajib meminjamkan apabila, meminjamkan sesuatu kepada orang yang sedang membutuhkan dalam keadaan darurat. Hukum pinjam / meminjam menjadi Haram, apabila pinjam atau meminjamkan sesuatu dengan tujuan kemudorotan atau merugikan orang lain.
Lihat jawaban lengkap
Bagaimana hukum pinjam meminjam menjadi wajib?
Hukum pinjam meminjam wajib apabila orang itu sangat membutuhkan pinjaman dan dalam keadaan darurat. Contohnya yaitu meminjamkan pakaian untuk menutup auratnya atau meminjamkan pisau untuk menyembelih kambing yang akan mendekati mati.
Lihat jawaban lengkap
Apa isi kandungan QS Al Maidah 5 8?
Artinya: ‘Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Lihat jawaban lengkap
Apa isi dari surat Al Maidah ayat 3?
Terjemahan Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.
Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
- Tafsir Ringkas Kemenag RI Pada ayat yang lalu telah dijelaskan beberapa perbuatan yang diharamkan.
- Ayat ini menguraikan lebih terperinci makanan-makanan yang diharamkan.
- Ada sepuluh jenis makanan yang diharamkan, semuanya berasal dari hewan.
- Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam Surah alAn’am/6: 145, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, demikian pula diharamkan daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih.
Hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas adalah halal hukumnya kalau sempat disembelih sebelum mati. Dan diharamkan pula hewan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah.
Orang Arab Jahiliah menggunakan anak panah untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu, masing-masing anak panah itu ditulis dengan kata-kata “lakukan”, ” jangan lakukan”, dan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa.
Semua anak panah itu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan suatu perbuatan, maka mereka meminta agar juru kunci Kakbah mengambil salah satu dari tiga anak panah itu. Mereka melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan bunyi kalimat yang tertulis dalam anak panah yang diambilnya.
- Alau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali lagi.
- Janganlah melakukan yang demikian itu karena itu suatu perbuatan fasik.
- Pada hari ini, yaitu pada waktu Haji Wada’, haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Lihat jawaban lengkap
Apakah isi kandungan Surah Al Maidah ayat 3?
Apa Isi Kandungan Surah Al Maidah Ayat 3? Larangan Makan Babi, Darah, Bangkai
- Makanan haram menurut surat Al-Maidah ayat 3 terdiri dari bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih selain nama Allah, dan hewan mati tercekik.
- Kategori hewan haram lainnya yaitu hewan mati dipukul, hewan yang mati dari tempat tinggi, hewan mati ditanduk, hewan mati diterkam binatang buas, dan hewan yang disembelih untuk berhala.
- Surah juga membahas larangan mengundi nasib dengan anak panah.
- Selanjutnya, surah menjelaskan, Allah SWT telah menyempurnakan agama Islam sebagai agama umat manusia.
- Selengkapnya, berikut isi kandungan Al Maidah Ayat 3, dikutip dari,
- Baca juga:
- 1. Bangkai
- Bangkai hewan haram dimakan karena bangkai itu mengandung kuman yang sangat membahayakan kesehatan.
- Selain itu, bangkai hewan dilarang karena keadaannya yang menjijikkan.
- 2. Darah
- Darah yaitu darah yang mengalir keluar dari tubuh hewan, karena disembelih atau lain-lainnya.
- Allah mengharamkan darah karena mengandung kuman dan zat-zat kotor dari tubuh dan sukar dicernakan.
- 3. Daging babi
hewan babi (freepik) Daging babi termasuk daging yang haram dikonsumsi umat Islam. Seluruh anggota tubuh babi haram untuk dikonsumsi.
Lihat jawaban lengkap
Apakah dalam Islam boleh meminjam uang?
Adab Pinjam Meminjam dan Utang Piutang Dalam Islam Oleh: Ayu Mela Yulianti, SPt., Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik TANGERANGNEWS.com- Sebagai makhluk sosial, manusia akan saling berinteraksi satu dengan yang lain, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Entah untuk memenuhi kebutuhan jasmani ataupun untuk memenuhi kebutuhan naluri.
- Sebab pada kenyataannya manusia memang tidak bisa hidup sendiri, ia harus bersosialisasi, berkomunitas dan berkomunikasi.
- Ada banyak aktivitas yang dilakukan manusia saat berperan sebagai makhluk sosial dan saling berinteraksi satu dengan yang lain, antara lain aktivitas saling pinjam-meminjam atau utang piutang.
Islam telah menetapkan kebolehan pinjam- meminjam atau utang-piutang, yaitu aktivitas pinjam meminjam sebatas yang diperbolehkan oleh syariat saja. Misal pinjam meminjam uang, pinjam meminjam barang dan yang sejenisnya. Dan memasukannya kedalam aktivitas taawun atau tolong menolong.
Siapapun dari seorang muslim yang menolong saudaranya dengan memberikan pinjaman kepada saudaranya maka akan diberikan pahala oleh Allah SWT dari sisi menolongnya. Dan pahala akan senantiasa mengalir selama masa menunggu pengembalian pinjaman tersebut. Menunggu dengan sabar bukan dengan menggerutu dan mengumpat atau berghibah.
Selama masa menunggu pengembalian pinjaman dengan sabar maka selama itu pula seorang muslim akan memperoleh aliran pahala dari proses kesabarannya menunggu. Semakin lama masa pengembalian pinjaman maka semakin banyak pahala sabar menunggu, yang diperoleh.
Juga dari sikap mendoakan saudaranya yang meminjam sesuatu darinya, dengan doa semoga pihak yang meminjam segera diberi kelapangan oleh Allah SWT sehingga dapat segera mengembalikan pinjaman, mendoakan dengan ikhlas, maka pihak pemberi pinjaman akan mendapat aliran pahala doa, selama masa mendoakannya.
Pemberi pinjaman hendaknya menahan diri dari bersikap suudzon pada saudaranya yang tidak kunjung mengembalikan pinjamannya, dan selalu berusaha husnudzon pun, akan semakin menambah tabungan pahala kepada pihak pemberi pinjaman. Tidak boleh kesal dan tidak boleh dongkol sebab pinjamannya tidak kunjung dikembalikan.
Pihak pemberi pinjaman hendaknya selalu berdoa kepada Allah SWT agar senantiasa diberi kelapangan oleh Allah SWT, kelapangan hati dan materi, sehingga bisa senantiasa, menjadi pihak yang selalu siap, membantu saudaranya yang lain. Mengingatkan dengan ahsan (baik) kepada pihak peminjam tentang janji waktu pengembaliannya.
Jika tidak juga dikembalikan sesuai janjinya, maka mengikhlaskannya akan menjadi lebih baik, karena akan dihitung sebagai sodaqoh dihadapan Allah SWT. Dan pahala sodaqoh adalah kekal selama kita benar-benar ikhlas melakukannya. Pihak pemberi pinjaman haruslah selalu mengingat sabda Rasulullah Saw, bahwa pinjaman kepada saudaranya yang kedua kali akan dicatat sebagai sedekah.
- Jadi tidak boleh dongkol atau kesal saat memberi pinjaman, jika pinjaman yang pertama saja belum dilunasi, sudah pinjam lagi yang kedua kali.
- Dan pihak pemberi pinjaman harus selalu mengingat sabda Rasulullah Saw, bahwa barangsiapa yang membantu kesulitan saudaranya didunia, maka Allah SWT akan membantu kesulitannya diakherat.
Pas dan imbang bukan imbalannya ?, Dan memberi pinjaman adalah sebentuk bantuan kita membantu saudara kita yang kesulitan, bernilai pahala. Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW, bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat.
- Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat.
- Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.
- Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya”.
- HR Muslim).
Adapun pihak peminjan hendaknya berusaha untuk mengembalikan pinjaman. Tepat waktu sesuai janji. Bisa dengan cara satu kali pengembalian langsung lunas dan selesai, atau bisa dengan cara diangsur. Yang penting pinjaman lunas dan selesai tepat waktu. Pihak peminjam haruslah selalu mengingat nasihat Umar bin Abdul Aziz ra, bahwa utang adalah kehinaan disiang hari dan kesempitan dimalam hari.
Sehingga termotivasi untuk segera melunasinya dan tidak mudah berutang. “Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah-tengah manusia selama kalian hidup.” (Umar bin Abdul Aziz ra).
Jika tidak mampu mengembalikan pinjaman sesuai dengan janji, maka buatlah aqad baru dengan pihak pemberi peminjam agar pihak pemberi peminjam tahu kendala dan kesulitan pengembalian pinjamannya, sehingga hadir maklum dan kesabaran menunggu dihatinya.
- Pihak peminjam hendaknya mengembalikan pinjaman dengan cara yang ahsan (baik) dan mengucapkan terima kasih kepada pihak pemberi pinjaman atas bantuan yang diberikan.
- Arena itu pinjam meminjam dalam Islam bukanlah aktivitas ribawi atau aktivitas untuk mencari untung.
- Namun aktivitas non ribawi atau aktivitas ta’awun atau saling tolong menolong.
Sehingga tidak boleh mensyaratkan kelebihan pengembalian dari pinjaman yang diberikan. Namun jika pihak peminjam, mau memberikan kelebihan yang tidak disyaratkan, sebagai tanda ucapan terima kasih, atas bantuan yang telah diberikan, boleh untuk diterima.
- Namun tidak apa-apa juga, jika pihak peminjam tidak memberikan kelebihan dari pinjaman yang dikembalikan.
- Sebab pinjam meminjam dalam Islam tidak mensyaratkan kelebihan pengembalian dari nilai pinjamannya.
- Demikianlah adab pinjam-meminjam dalam Islam.
- Tidak mengenal kata saling memanfaatkan.
- Tidak mengenal kata saling berspekulasi.
Yang dikenal dalam pinjam meminjam dalam Islam adalah aktivitas saling tolong menolong. Jika dilaksanakan sesuai dengan syariat akan memberikan aliran pahala yang banyak. Wallahualam. : Adab Pinjam Meminjam dan Utang Piutang Dalam Islam
Lihat jawaban lengkap
Apa hukum meminjam uang di bank?
Meminjang Uang dari Bank untuk Modal Usaha, Bolehkah? MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Transaksi peminjaman uang di bank konvensional tidak akan lepas dari bunga (interest). Pembahasan tentang bunga bank sudah pernah dilakukan. Menurut Majelis Tarjih, bunga (interest) adalah riba, dikarenakan merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan (QS.
al-Baqarah: 179). Tambahan itu bersifat mengikat dan diperjanjikan, sedangkan yang bersifat sukarela dan tidak diperjanjikan tidak termasuk riba. Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (OJK: Perbankan Indonesia 2014).
Kegiatan Bank Syariah dalam hal peminjaman dana berbentuk pembiayaan. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Murabahah) (UU No.10 Tahun 1998, Bab I, Pasal 1 ayat (12).
Berdasarkan uraian di atas, meminjam uang ke bank konvensional yang terdapat bunga di dalamnya, merupakan hal yang dilarang, karena bunga bank termasuk riba yang diharamkan (QS. al Baqarah: 275). Adapun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah diperbolehkan karena tidak ada unsur riba di dalamnya. Oleh karena itu, Majelis Tarjih menyarankan agar mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syariah terdekat untuk modal usaha.
Hits: 690 Tags: : Meminjang Uang dari Bank untuk Modal Usaha, Bolehkah?
Lihat jawaban lengkap
Bagaimana hukum asal pinjam meminjam dalam ilmu fiqih?
1. Hukum asal pinjam meminjam adalah mubah. Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut? 2. Adakah 1.Pinjam meminjam dlm bhs arab di sebut Al-A’riyah. menurut istilah adalah memberikan manfaat dari sesuatu yang halal kpd yg lain untuk diambil manfaatnya dengan tdk merusak zatnya,agar brg itu dpt dikembalikan.2. Contoh pinjam meminjam untuk kemaksiatan: misalkan meminjam pisau untuk membunuh orang.4.Q.s al-maidah ayat 25.tidak menunda-nunda pembayaran utang, hendaknya utang itu ditulis dan di persaksikan 8.Hiwalah adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama )kpd pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang dari atau kpd pihak ketiga
woy gua liat lu 4 jam yang lalu putrarofik
: 1. Hukum asal pinjam meminjam adalah mubah. Jelaskan maksud dari pernyataan tersebut? 2. Adakah
Lihat jawaban lengkap
Pinjam meminjam menurut ahli fiqih adalah transaksi antara dua pihak. Misalnya orang menyerahkan uang (barang) kepada orang lain secara sukarela, dan uang (barang) itu dikembalikan lagi kepada pihak pertama dalam waktu yang berbeda, dengan hal yang serupa.
Lihat jawaban lengkap
Apa dalil tentang jual beli?
Jual Beli dalam Islam – Jurusan Teknik Industri Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al Maa-idah Ayat 3 yang artinya ” Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu “,
- Islam sebagai agama yang sempurna telah mencangkup segala aspek kehidupan manusia, sebagai pedoman hidup manusia agar dapat memperoleh kebahagian dunia dan akhierat.
- Salah satu aspek yang diatur dalam Islam adalah yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
- Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan.
Salah satu kegiatan ekonomi yang sering dilakukan oleh manusia adalah kegiatan jual beli. Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S.
Al-Baqarah: 275). Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan ” (HR.
Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”.
Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” ( Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah, Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Syarat-syarat praktek jual beli yang sesuai dengan syariat Islam yaitu:
Transaksi jual beli dilakukan dengan Ridha dan sukarela
Transaksi jual beli yang dilakukan oleh kedua belah pihak, hendaknya dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, dan dilakukan dengan ridha dan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun, sehingga salah satu pihak (baik penjual maupun pembeli) tidak ada yang dirugikan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ” ” janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian” (Q.S. An-Nisaa: 29). Berdasarkan ayat ini juga, maka diketahui bahwa transaksi jual beli harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang paham mengenai jual beli, dan mampu menghitung atau mengatur uang.
Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.
Objek jual beli bukan milik orang lain
Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya apabila telah mendapatkan ijin dari pemilik barang. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud)
Transaksi jual beli dilakukan secara jujur
Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Rasullulah SAW bersabda: “Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban). Salah satu contoh transaksi jual beli yang jujur adalah dengan cara penjual menyempurnakan takaran.
Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah “Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Q.S. Asy Syu’araa: 181-183),
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ” Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.
Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan di bangkitkan, pada suatu hari yang besar (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ini” (Q.S. Al Muthaffifiin; 1-6). Transaksi jual beli juga dikatakan dilakukan dengan jujur apabila seorang penjual menjelaskan dengan jujur kondisi barang yang dijualnya kepada pembeli.
Penjual akan memberitahukan kepada pembeli apabila terdapat cacat pada barang yang dia jual. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim, melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya ” (HR.
Transaksi jual beli barang yang halal
Transaksi jual beli yang dilakukan haruslah barang atau jasa yang halal dan atau tidak di larang oleh syariat Islam, seperti jual beli narkoba, dan minuman keras. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Objek jual beli dapat diserahterimakan
Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Rasullullah bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan.
- Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan ” (HR. Muslim).
- Sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, hasil sawah yang belum dipanen, dan lain-lain.
- Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung spekulasi atau judi.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 219 dan Surat Al Maidah ayat 90-91 yang artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah bahwa pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (Al-Baqarah: 219),
Transaksi jual beli yang menjauhkan dari ibadah
Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang a rtinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.
Transaksi jual beli barang yang haram
Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi.
Transaksi jual beli harta riba
“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”, (HR. Muslim). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.
Transaksi jual beli hasaath
Rasulullah SAW bersabda: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim). Transaksi jual beli hasaath dilarang karena jual beli dengan kerikil yang dilempar untuk menentukan barang.
Lihat jawaban lengkap