Pajak Penghasilan Pasal 24 mengatur tentang kredit pajak luar negeri. Kredit pajak luar negeri merupakan pajak yang dibayar diluar negeri dan sifatnya dapat dijadikan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan baik itu Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan Pasal 24 ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan (PPh) menyebutkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
PPh dibayar/terutang di Luar NegeriPerhitungan PPh 24 = Penghasilan Luar Negeri : Penghasilan Kena Pajak (tidak termasuk penghasilan final) x PPh terutang atas PKPPPh terutang atas PKP (jika penghasilan di Luar Negeri lebih besar daripada PKP atau penghasilan di dalam negeri rugi)
Apabila PPh terutang di luar negeri lebih besar daripada perhitungan PPh 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan bukan biaya, tidak dapat dikompensasi, tidak dapat direstitusi. Contoh: PT. X berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 3.000.000.000Di Malaysia memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 400.000.000, dengan PPh yang dibayar di Malaysia sebesar Rp 80.000.000Di USA memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 800.000.000, dengan PPh yang dibayar sebesar Rp 250.000.000Di Singapura menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 700.000.000
Maka perhitungan PPh Badan yaitu:
Penghasilan neto dalam negeri + Penghasilan neto di Malaysia + Penghasilan neto di USA = Rp 3 Miliar + Rp 400 juta + Rp 800 juta = Rp 4,2 miliar. Sedangkan penghasilan dari Singapura tidak diakui karena rugi.Sehingga Penghasilan Kena Pajak yaitu Rp 4.200.000.000PPh Badan Terutang 2019 = 25% x Rp 4,2 miliar = Rp 1.050.000.000Batas maksimum kredit pajak luar negeri dari Malaysia = (Rp 400.000.000 : Rp 4.200.000.000) x Rp 1.050.000.000 = Rp 100.000.000. PPh 24 yang dapat dikreditkan yaitu sebesar Rp 80.000.000 sesuai dengan pajak yang dibayarkan di luar negeri.Batas maksimum kredit pajak luar negeri dari USA = (Rp 800.000.000 : Rp 4.200.000.000) x Rp 1.050.000.000 = Rp 200.000.000. Oleh karena itu PPh 24 yang dapat dikreditkan yaitu sebesar Rp 200.000.000 sesuai perhitungan batas maksimum kredit pajak luar negeri.
Jadi PPH Tahunan Badan 2019 yang harus dibayar oleh PT. X yaitu : PPh terutang – kredit pajak luar negeri = Rp 1.050.000.000 – Rp 80.000.000 – Rp 200.000.000 = Rp 770.000.000 (Cara lapor Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan dijelaskan lebih lanjut dalam artikel Lapor Pajak Online dengan e-Filing bagi Wajib Pajak Badan ) Setelah mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, setor pajak Anda dengan membuat ID Billing terlebih dahulu menggunakan fitur e-Billing pajak.io, gratis selamanya dan lebih mudah.
Lihat jawaban lengkap
Contents
- 1 PPh Pasal 26 mengatur tentang apa?
- 2 Penghasilan apa saja yang dapat dikenakan PPh 24?
- 3 Apa itu PPh 22 dan contohnya?
- 4 Apa perbedaan PPh pasal 22 dan 23?
- 5 Siapa yg dikenakan PPh 23?
- 6 Apa perbedaan PPh Pasal 23 dan 26?
- 7 Apa itu PPh pasal 25 dan 29?
- 8 Apa manfaat PPh pasal 24 bagi negara?
- 9 Apa pengertian Pasal 24?
PPh Pasal 24 mengatur tentang apa?
UU Pajak Penghasilan tidak hanya mengatur pengenaan pajak atas penghasilan yang bersumber dari dalam negeri, tetapi juga yang berasal dari luar negeri. Ketentuan pajak atas penghasilan dari luar negeri, erat kaitannya dengan PPh Pasal 24. Secara ringkas, PPh Pasal 24 merupakan ketentuan yang mengatur hak wajib pajak dalam negeri (WPDN) untuk mengkreditkan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri terhadap total pajak penghasilan terutang dalam suatu tahun pajak yang sama.
Pada dasarnya, WPDN terutang pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri tersebut bisa jadi telah dikenakan pajak di negara yang bersangkutan.
Jika demikian maka atas penghasilan yang sama bisa mengalami dua kali pemajakan, yaitu di negara bersangkutan dan di Indonesia. Untuk itu, PPh Pasal 24 tersebut mengatur tentang perhitungan besaran pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan WPDN.
Besaran pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia ialah senilai pajak penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi besaran pajak yang dihitung berdasarkan UU PPh. Hal ini berarti tidak semua pajak yang dibayar di luar negeri dapat langsung dikreditkan.
Cara penghitungan besaran pajak yang dapat dikreditkan tersebut dapat disimak dalam Peraturan Menteri Keuangan No.192/PMK.03/2018 dan Peraturan Menteri Keuangan No.107 /PMK.03/2017, Simak ‘ Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 24 ‘. Selain itu, dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan ketentuan penentuan sumber penghasilan.
PPh Pasal 24 telah mengatur penentuan sumber penghasilan untuk memperhitungkan kredit pajak luar negeri. Simak ‘ Penentuan Sumber Penghasilan untuk Kredit Pajak Luar Negeri ‘. Simpulan INTINYA, PPh Pasal 24 merupakan ketentuan yang mengatur pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
Aturan ini dimaksudkan untuk menghindari pembebanan pajak ganda apabila WPDN telah dikenai PPh luar negeri. PPh luar negeri yang dimaksud ialah pajak penghasilan yang terutang, dibayar, atau dipotong di luar negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai PPh Pasal 24 dapat disimak dalam UU PPh, PMK No.192/PMK.03/2018 dan PMK No.107 /PMK.03/2017 s.t.d.d PMK No.93/PMK.03/2019,
Lihat jawaban lengkap
PPh Pasal 26 mengatur tentang apa?
Kesimpulan –
- PPh pasal 26 adalah pajak penghasilan yang dipotong dari badan usaha apa pun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri.
- Untuk melakukan e-Filing PPh pasal 26 gratis dan mudah di aplikasi OnlinePajak, wajib pajak badan dapat melakukan impor data SPT Masa PPh pasal 26 dari software e-SPT ke OnlinePajak terlebih dahulu.
- Mulai 1 Agustus 2020, wajib melakukan e-Bupot untuk PPh 23 dan/atau 26.
Penghasilan apa saja yang dapat dikenakan PPh 24?
PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan, Jakarta – Dalam aturan perpajakan Indonesia, kita mengenal aneka pengenaan yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan. Jika menilik Undang-Undang PPh, salah satu jenis penghasilan yang diatur adalah Pasal 24.
- Definisi
- Jika berdasarkan aturannya, PPh Pasal 24 diartikan sebagai peraturan yang mengatur hak Wajib Pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.
- “Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama,” bunyi Pasal 24 ayat 1 UU Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh.
- Lebih lanjut pada Pasal 2 UU 36/2008, disebutkan bahwa besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan aturan UU PPh.
- Subjek dan objek
Sebagaimana disebutkan pula dalam UU 36/2008, subjek yang termasuk dalam PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan—termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Di sisi lain, yang menjadi objek Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.
Sumber penghasilan Jika sudah memahami pengertian beserta subjek dan objek dalam PPh Pasal 24, maka alangkah baiknya kita juga memahami sumber penghasilan kena pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia sebagaimana aturan perundang-undangan. Adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut.1. Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.2.
Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, serta kegiatan.5.
Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).
Yang perlu diingat, kalau nilai pajak di luar negeri yang telah digunakan sebagai kredit pajak di Indonesia telah berkurang atau dikembalikan sehingga nilai kredit akan berkurang untuk menutup pajak terutang yang ada di sini, maka Wajib Pajak harus membayar jumlah terutang tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Indonesia.
- Sementara, jika penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka Wajib Pajak diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.
- Pelaksanaan kredit pajak
- Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:
- 1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
- 2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak ( tax return ) yang disampaikan di luar negeri
- 3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
- 4. Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan PPh
- Adapun beberapa hal lain yang wajib diperhatikan dalam pelaksanaan kredit pajak di antaranya jika penghasilan dari luar negeri didapat dari beberapa negara, maka penghitungan PPh pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara; serta penghasilan kena pajak yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat 2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri.
Selain itu, atas permintaan Wajib Pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran seperti yang disebutkan di atas, karena alasan-alasan yang ada di luar kekuasaan Wajib Pajak. Lalu, jika terjadi perubahan besaran penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak mesti melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
- Adapun PPh yang dibayarkan atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak juga dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
- Perhitungan
- Supaya lebih memahami perhitungan PPh Pasal 24, Anda bisa menyimak ilustrasi sederhana berikut ini:
Di tahun 2022, PT Usaha Maju memperoleh pendapatan neto dari luar negeri sebesar Rp 200 juta dan penghasilan dalam negeri senilai Rp 300 juta. Sesuai peraturan perpajakan di negara tersebut, diasumsikan badan usaha ini harus membayar pajak sebesar 15 persen.
Untuk dapat menghitung total pajak terutang yang harus dibayarkan di Indonesia, maka Wajib Pajak Badan ini harus menjumlahkan total pendapatan neto keseluruhan yang menjadi Rp 500 juta. Selanjutnya, total PPh terutang dapat dihitung dengan cara: 15% x Rp 500.000.000 = Rp 75.000.000.000 Setelah mendapat total PPh terutang, maka perlu dihitung jumlah pajak maksimum yang dapat dikreditkan melalui rumus: (Penghasilan Neto dari Luar Negeri/Total Penghasilan) x Total PPh Terutang (Rp 200.000.000/Rp 500.000.000) x Rp 75.000.000 = Rp 30.000.000 Berdasarkan ilustrasi perhitungan di atas, maka total pajak yang dapat dikreditkan Wajib Pajak ini adalah Rp 30.000.000.
: PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan
Lihat jawaban lengkap
Apa yang dimaksud dengan pajak PPh pasal 23?
Pengertian PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 atau PPh 23 merupakan salah satu jenis pajak penghasilan (PPH) yang ada di Indonesia. Secara singkat, PPh 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyertaan jasa, hadiah, bunga, deviden, royalti, atau hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh Pasal 21.
Pemotongan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa kepada Wajib Pajak, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Penghasilan jenis ini terjadi karena adanya transaksi antara pihak yang memberikan penghasilan dengan pihak yang menerima penghasilan.
Adapun, objek pajak dari PPh 23 adalah meliputi penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain atau rekanan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, misalnya, sewa kendaraan atau sewa sound system. Dalam hal ini sewa tanah dan bangunan tidak termasuk.
- PPh 23 juga diterapkan dalam imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa konsultas, misalnya, jasa perbaikan, jasa kebersihan, dan jasa katering.
- Direktorat Jenderal Pajak menerapkan tarif umum dari PPh 23 adalah 2 persen dikali dengan jumlah bruto.
- Jumlah bruto yang dimaksud adalah seluruh penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau pembayarannya sudah jatuh tempo.
Jumlah bruto yang dikenakan, merupakan jumlah transaksi yang belum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk lebih lengkap tentang tarif PPh 23 yuk kita bahas
Lihat jawaban lengkap
Apa itu pajak PPh pasal 25?
Pengertian PPh Pasal 25 – PPh 25 adalah pembayaran pajak atas penghasilan yang dibayarkan secara angsuran tiap bulannya dengan tujuan untuk meringkankan beban Wajib Pajak yang kesulitan untuk melunasi pajak terutang dalam rentang waktu satu tahun.
Lihat jawaban lengkap
Apa itu PPh 22 dan contohnya?
Apa itu PPh 22 dan yang dimaksud PPh Pasal 22 e serta berapa tarif PPh 22 Bendaharawan? Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 22 adalah pemotongan / pemungutan pajak penghasilan atas pembayaran atau penyerahan barang maupun kegiatan impor dan usaha di bidang lain atau penjualan barang mewah.
Sama seperti jenis pajak lainnya, ada beberapa objek pajak penghasilan yang dikecualikan pemungutan PPh Pasal 22. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 adalah objek pajak penghasilan yang tidak dikenakan atau dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22. Lalu, pengenaan tarif PPh 22 berapa persen dan apa saja kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22 ini? Mekari Klikpajak akan mengulas siapa pemungut PPh Pasal 22, objek pajak PPh Pasal 22 umum dan bendaharawan, hingga BUMN.
Juga akan dijelaskan berapa tarif, cara hitung dan contoh perhitungan PPh 22, PPh Pasal 22 e, pasal 22 ayat 1 dan cara membuat bukti potong dan pelaporan pajaknya dengan sistem terbaru yakni e-Bupot Unifikasi, eBupot Unifikasi adalah pembuatan bukti pemotongan pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh (Pajak Penghasilan) untuk beberapa jenis PPh tertentu yang wajib dibuat dan dilaporkan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi.
- Beberapa jenis PPh tertentu yang pembuatan bukti potong pajak melalui e Bupot Unifikasi selengkapnya baca jenis-jenis PPh yang dikelola melalui eBupot Unifikasi,
- Sekilas tentang sejarah perubahan PPh Pasal 22 dalam UU PPh dari masa ke masa Sekadar informasi, peraturan perundangan pajak penghasilan yang di dalamnya termasuk mengatur PPh 22 sebagaiamana yang menjadi topik artikel ini, sudah mengalami beberapa kali perubahan.
Setidaknya, berikut bunyi Pasal 22 dalam UU PPh dari awal dibuatnya undang-undang pajak penghasilan hingga perubahan terbarunya: 1. UU No.7 Tahun 1983 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, merupakan pertama kalinya dibuat undang-undang yang mengatur pajak penghasilan.
- Pasal 22 dalam undang-undang pajak penghasilan pertama ini memiliki 2 ayat.
- Berikut bunyi Pasal 22 UU No.7 Tahun 1983: (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain yang memperoleh pembayaran untuk barang dan jasa dari Belanja Negara.
(2) Dasar pemungutan dan besarnya pungutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan, bahwa jumlah pungutan itu diperkirakan mendekati jumlah pajak yang terutang atas penghasilan dari kegiatan usaha yang bersangkutan.2. UU No.7 Tahun 1991 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Perubahan pertama UU PPh dalam UU No.7 Tahun 1991 ini tidak ada perubahan dalam Pasal 22 pada UU PPh sebelumnya.3. UU No.10 Tahun 1994 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan UU No.7 Tahun 1991. UU PPh No.10 Tahun 1994 ini merupakan perubahan kedua UU PPh, yang mana dalam undang-undang ini terdapat perubahan pada Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2.
Berikut bunyi PPh Pasal 22 ayat 1 dan ayat 2 dalam UU No.10 Tahun 1994: Berdasarkan ketentuan ini yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah: – Bendaharawan pemerintah, termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; – Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor, atau kegiatan usaha di bidang lain.
- Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu.
- Dalam hubungan ini Menteri Keuangan menetapkan besarnya pungutan yang dapat bersifat final.
Pelaksanaan ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan antara lain: – Penunjukan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien; – Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang; – Prosedur pemungutan, penyetoran, dan pelaporan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.4.
UU No.17 Tahun 2000 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam perubahan ketiga UU PPh ini tidak ada perubahan pada Pasal 22. Sehingga ketentuan PPh 22 masih mengikuti aturan dalam undang-undang pajak penghasilan sebelumnya.5. UU No.36 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dalam perubahan keempat UU PPh, kembali ada perubahan pada pasal 22. Berikut bunyi Pasal 22 UU PPh No.36 Tahun 2008: Ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) diubah, serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3) sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut: (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan: a.
Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang; b. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan c. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Peraturan Pemerintah (PP) Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen-pajak), dan lainnya.
Terus simak di bawah ini penjelasan tentang pajak PPh 22 e dan tarif PPh 22 berapa persen, ketentuan perhitungan PPh 22 hingga cara menghitung PPh Pasal 22 impor. Maupun contoh hitung PPh Pasal 22 atas pembelian barang, serta contoh bukti potong PPh 22 atau contoh soal PPh 22 bendaharawan sebagai panduan untuk mengelola pajak penghasilan pasal 22 ini.
Mekari Klikpajak adalah penyedia jasa aplikasi pajak online mitra DJP resmi, yang berkomitmen membantu dunia usaha mencapai ‘ Powering Business Growth ‘ setiap perusahaan. Klikpajak hadir untuk memenuhi kebutuhan Anda dalam mengembangkan dan memajukan bisnis melalui penyediaan support system perpajakan online lengkap dan terintegrasi dengan akuntansi online Jurnal.id, serta didukung dengan teknologi Application Programming Interface (API), seperti e-Faktur API dan e-Bupot API yang membuat pengelolaan pajak bisnis makin praktis.
Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang!
Lihat jawaban lengkap
PPh pasal 23 26 tentang apa?
Apa itu PPh Pasal 26 ayat 4, PPh 26 / 23 dan Bagaimana Cara Mengelolanya di e-Bupot Unifikasi? – Pengertian pajak penghasilan 23 dan PPh 26 adalah pajak penghasilan yang berasal dari transaksi badan usaha Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan perusahaan terkait jenis transaksi tertentu sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
- Pajak penghasilan Orang Pribadi
- Pajak penghasilan Badan
- PPh pasal 4 ayat 2 jasa konstruksi
- Pajak penghasilan pasal 15
- Pajak penghasilan pasal 21
- PPh pasal 22
- Pajak penghasilan pasal 23
- Pajak penghasilan pasal 24
- Pajak penghasilan pasal 25/29
- Pajak penghasilan pasal 26
Apa itu PPh pasal 28?
Mengenal PPh 28 – Pajak penghasilan pasal 28 yakni pajak yang digunakan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT). Pajak penghasilan 28 ini merupakan kelebihan pembayaran pajak di akhir tahun. Disebutkan dalam PPh pasal 28, bahwa ada beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan, juga yang tidak dapat dikreditkan.
Lihat jawaban lengkap
Bukti potong PPh 23 untuk apa?
Ketentuan Instansi Pemerintah Tidak Memotong PPh 23 – Regulasi terbaru terkait pemungutan pajak penghasilan ini atur dalam Pasal 13 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan Atas PMK No.231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi Intansi Pemerintah.
- Melalui beleid ini, instansi pemerintah tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas: a.
- Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank; b.
- Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; c.
- Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/ atau pembiayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; d.
imbalan sehubungan dengan jasa yang telah dikenai PPh yang bersifat final sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; e. imbalan sehubungan dengan pengangkutan/ ekspedisi sebagaimana dalam Pasal 15 Undang-Undang PPh; f. penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada rekanan pemerintah yang dapat menyerahkan fotokopi surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh; g.
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d; atau
- penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan, yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh Pihak Lain; atau
Baca juga: Pelajari Lebih Lajut Mengenai Besaran Tarif dan Perhitungan PPh 22 Jadi, melalui PMK 59/2022 ini sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 13 ayat 1, intansi pemerintah dikecualikan dari pemungutan/pemotongan pajak penghasilan pasal 23 atas penghasilan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya kepada rekanan pemerintah yang merupakan WP Dalam Negeri atau BUT berupa: a.
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karenajaminan pengembalian utang; b.
- Royalti; c.
- Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21; d.
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2); dan/atau e.
imbalan sehubungan dengan jasa yang pembayarannya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau anggaran pendapatan dan belanja desa selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Lihat jawaban lengkap
Apa perbedaan PPh pasal 22 dan 23?
Forum : PPh 22 dan PPh 23 vinash Sep 13, 2022 5:36 PM Perbedaan PPH 22 dan PPH 23 suprianto Sep 13, 2022 6:39 PM Perbedaan terletak pada :
- Cara pemotongan dan pmungutan pajak, pada umumnya untuk pasal 22 pajaknya dipungut, sedangkan pph 23 pajaknya dipotong
- objek yang dipotong/dipungut
- UU PPh
- pasal 22
- (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan:
- bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
- Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
pasal 23 Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
- sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
- dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
- bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
- royalti; dan
- hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
- dihapus;
- sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
- imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
: Forum : PPh 22 dan PPh 23
Lihat jawaban lengkap
Apa itu PPh pasal 24 ayat 2?
Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam tahun pajak yang sama.
- Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).
- Etentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri,
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.
Lihat jawaban lengkap
Siapa yg dikenakan PPh 23?
Tarif PPh 23 dan Objeknya – Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objek PPh pasal 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 : 1. Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
- Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti;
- Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2. Tarif 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.3. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.4. Tarif 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya adalah yang diuraikan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.141/PMK.03/2015 dan efektif mulai berlaku pada tanggal 24 Agustus 2015.5.
- Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
- Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur pembelian);
- Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);
- Pembayaran penggantian biaya ( reimbursement ) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).
Jumlah bruto tersebut tidak berlaku atas:
- Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;
- Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yang bersifat final;
- Pembayaran gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain yang merupakan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan wajib pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja. Hal ini harus dibuktikan oleh kontrak kerja dengan pengguna jasa dan daftar pembayaran gaji, tunjangan, upah, atau honorarium;
- Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan hasil pengadaan barang atau material terkait jasa yang diberikan. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur pembelian atas pengadaan barang atau material;
- Pembayaran melalui penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dari pihak ketiga dan disertai dengan perjanjian tertulis;
- Pembayaran kepada penyedia jasa yang berupa penggantian atau reimbursement, Ini berlaku untuk biaya yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. Hal ini harus dibuktikan oleh faktur tagihan dan bukti pembayaran.
Apa perbedaan PPh Pasal 23 dan 26?
Apa itu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26? – Pajak penghasilan atau PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas suatu penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri. Dimana penghasilan yang diterima tersebut berasal dari Indonesia. Ini ditujukan bagi usaha selain bentuk usaha tetap atau BUT yang ada di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan suatu transaksi pembayaran seperti pembayaran gaji, royalti dan lain sebagainya, kepada wajib pajak luar negeri berkewajiban memotong PPh pasal 26. Baca Juga: Tarif umum yang bisa dikenakan untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif tersebut dapat berubah.
Penting sekali bagi badan usaha untuk memahami dengan baik pajak penghasilan (PPh) terutama pasal 26. Konsultan pajak Surabaya adalah solusi tepat untuk anda yang ingin menyelesaikan masalah pajak dengan lebih efektif. Meskipun PPh pasal 23 atau 26 sama-sama jenis pajak yang dikenakan untuk suatu penghasilan yang diterima, namun keduanya memiliki perbedaan.
Pengoperasian Usaha di Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Memperoleh Penghasilan dari Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Itulah tadi sekilas informasi mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 23 dan 26.
Untuk memudahkan urusan pajak anda, konsultan pajak Surabaya adalah opsi tepat. Apabila anda yang berada di Surabaya memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari konsultan pajak Surabaya, anda dapat menghubungi kami untuk melakukan konsultasi pajak secara online. Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.
: Simak Penjelasan Terkait Pajak Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan 26
Lihat jawaban lengkap
PPh pasal 15 untuk apa?
PPh pasal 15 adalah jenis pajak penghasilan yang dikenakan atau dipungut dari wajib pajak yang bergerak pada industri pelayaran, penerbangan international dan perusahaan asuransi asing.
Lihat jawaban lengkap
Apa saja yang menjadi objek pajak PPh pasal 22?
2. Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 22 – Definisi PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.a. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22 Objek PPh Pasal 22 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:
Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi oleh KPA Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN (Badan Usaha Milik Negara); diatur dalam pasal 22 e Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan; diatur dalam pasal 22 ayat 1
b. Subjek yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 Jenis PPh 22 ini dikenakan pada wajib pajak badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Mau tahu cara kelola pajak bisnis yang mudah dan cepat? Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! c. Subjek pemotong Pajak Penghasilan Pasal 22 Subjek yang memotong PPh Pasal 22 ini terbagi menjadi dua kategori utama, yakni: Pemungut atau yang memotong PPh 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor barang 2.
Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang 3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) 4.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) 5.
PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau ekspornya.7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
Baca Juga: Pajak Penghasilan Final: Objek, Tarif dan Perhitungan PPh Final Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 saat penjualan 1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri 2.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri 3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; 4.
Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
6. Sesuai dengan PMK No.90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Ilustrasi Pajak Penghasilan yang dipotong dari perolehan hadiah
Lihat jawaban lengkap
Apa bedanya PPh pasal 25 dan 29?
Pengertian dan Tarif PPh Pasal 29 Jenis pajak penghasilan ada berbagai macam mulai dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 25, sampai dengan PPh Pasal 29 yang wajib kamu ketahui jika sering pindah kerja dalam satu tahun. Pengertian dasar PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan (PPh) kurang bayar yang terdapat dalam SPT Tahunan PPh yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25 dengan dasar hukum UU No.36 Tahun 2008.
Baca juga: Batas Waktu PPh Pasal 29 Batas waktu pembayaran WP Orang Pribadi terkait kekurangan pajak di PPh Pasal 29 yaitu paling lambat akhir Maret atau setelah tahun pajak berakhir. Untuk WP Badan, batas waktu pembayaran PPh Pasal 29 Kurang Bayar yaitu wajib dibayarkan pada akhir April atau setelah tahun pajak berakhir.
Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 29 Subjek PPh 29 adalah Wajib Pajak Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Sementara itu, objek pajak PPh 29 adalah penghasilan yang kurang bayar pajak dari SPT Tahunan WP Pribadi dan Badan bersangkutan. Tarif PPh Pasal 29 1. Wajib Pajak Badan (WPB) :
Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – angsuran PPh 25.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :
PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah dilunasi.
Perbedaan PPh Pasal 29 dan PPh Pasal 25 PPh Pasal 29 berkaitan erat dengan PPh Pasal 25. Namun, kedua pasal tersebut memiliki perbedaan. Apa saja perbedaan PPh Pasal 29 dengan PPh Pasal 25? Pajak penghasilan Pasal 29 menjelaskan tentang pajak kurang bayar.
Lihat jawaban lengkap
Apa itu PPh pasal 25 dan 29?
Tarif PPh Pasal 25 – Sesungguhnya, tidak ada istilah jumlah tarif PPh Pasal 25, karena bukan pengenaan pajak pada suatu objek pajak, melainkan sebutan dari sebuah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang. Ringkasnya, pajak terutang yang harus dibayar ialah PPh Pasal 29, sedangkan PPh Pasal 25 ialah angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang.
- Rumusnya ialah besar PPh Terutang (PPh 29) dibagi dengan 12 bulan, sehingga menghasilkan Angsuran Pembayaran Pajak.
- Emudian, berapakah besar PPh terutang yang perlu diangsur setiap bulan? Untuk mengetahui hal tersebut, dapat digunakan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku dibagi 12 bulan.
Selanjutnya, akan ditemukan cicilan PPh terutang yang harus dibayarkan tiap bulannya atau sering disebut dengan pembayaran angsuran PPh 25. Namun, terkadang pemerintah memberikan insentif pajak berupa potongan angsuran pembayaran pajak penghasilan terutang atau insentif PPh 25.
Lihat jawaban lengkap
Berapa tarif PPh pasal 26?
Definisi, Tarif, dan Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 26 FOTO: IST Definisi, Tarif, dan Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 26, Jakarta – Pajak Penghasilan (PPh) memiliki beragam pasal dan ketentuan. Selain PPh Pasal 21 yang biasa kita kenal sebagai dasar pemungutan pajak bagi karyawan, ada pula ketentuan PPh Pasal 26.
Apa itu PPh Pasal 26? Dan, berapa tarif, ketentuan perhitungan PPh Pasal 26, hingga pelaporannya? akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Apa itu PPh Pasal 26? Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di Indonesia.
Kriteria seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak luar negeri adalah Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun atau 12 bulan, perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia.
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun atau 12 bulan, perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu BUT di Indonesia.
Siapa pemotong PPh Pasal 26? Subjek pajak pemotong pasal 26 wajib dilakukan oleh:1. Badan pemerintah.2. Subjek pajak dalam negeri.3. Penyelenggara kegiatan.4. BUT.5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
- Apa penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26? Jenis-jenis penghasilan atau objek pajak yang wajib dipotong PPh Pasal 26 adalah:1.
- Deviden.2.
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.3.
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.4.
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.5. Hadiah dan penghargaan.6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.8. Keuntungan karena pembebasan utang. Berapa tarif pengenaan PPh Pasal 26? Tarif yang dikenakan sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara (tax treaty), yaitu sebesar 20 persen untuk setiap pengenaan jenis PPh Pasal 26.
- Etentuan dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut:– Tarif 20 persen dari penghasilan bruto.– Tarif 20 persen dari penghasilan neto.
- Tarif 20 persen dari penghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan PPh).
- Bagaimana pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26? 1.
- PPh Pasal 26 dipotong pada akhir bulan pada saat dilakukannya pembayaran penghasilan, disediakan untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.2.
PPh Pasal 26 saat terutang dipotong pada saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan (deviden) dan jatuh tempo (bunga dan sewa), atau saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).3.
Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan rangkap tiga. Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri, lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP), lembar ketiga untuk arsip pemotong.4. Pembayaran PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemotong dan disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.5.
SPT masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.6. Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26 bertepatan dengan hari libur, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Contoh Pengenaan PPh Pasal 26 PT Selalu Baca adalah perusahan penerbit buku asal Indonesia. Di bulan April 2022, perusahaan ini harus membayar royalti senilai Rp100 juta kepada Nobita selaku pengarang komik. Berapa PPh 26 dari royalti itu?Nobita adalah Wajib Pajak luar negeri. Besar PPh Pasal 26 yang dipotong atas penghasilan bruto Nobita adalah sebagai berikut:– PPh 26 = 20 persen x penghasilan bruto.
– PPh 26 = 20 persen x Rp 100 juta = Rp 20 juta. Informasi Perpajakan, Ekonomi, Keuangan yang Aktual dan Eksklusif Informasi Perpajakan, Ekonomi, Keuangan yang Aktual dan Eksklusif : Definisi, Tarif, dan Ketentuan Perhitungan PPh Pasal 26
Lihat jawaban lengkap
PPh 22 atas nama siapa?
Pengertian PPh 22 Bendaharawan Beserta Cara Pembayarannya Dari banyaknya jeni-jenis pajak yang ada di Indonesia, Kamu mungkin masih asing dengan PPh 22 Bendaharawan. Pajak penghasilan yang satu ini merupakan pemungutan PPh Pasal 22 ketika seseorang atau badan usaha melakukan penjualan barang ke instansi pemerintah dimana mekanisme pembayarannya dipungut oleh bendahara.
Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang merupakan pemungut pajak pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga atau instansi lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pemberian sebuah barang.Bendahara pengeluaran yang bertanggung jawab atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP)Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi wewenang oleh KPA berkenaan pembelian barang pada pihak ketiga yang dibayar secara langsung Berdasarkan Undang-undang No 36 Tahun 2008, objek PPh Pasal 22 adalah barang yang dianggap menguntungkan bagi penjual maupun pembeli, sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan No 34 Tahun 2017 objek PPh 22 ini berupa impor atau ekspor barang komoditas tambang seperti batu bara, mineral logam, atau mineral non logam yang dilakukan oleh eksportir. Tidak berbeda jauh dengan pemungutan jenis pajak dan retribusi lainnya, Pajak penghasilan Pasal 22 ini dipungut pada saat pelaksanaan pembayaran oleh bendaharawan atas penyerahan barang rekanan dari APBN maupun APBD dengan tarif sebesar 1.5% dari harga atau nilai pembelian barang. Jika wajib pajak penerima penghasilan atau rekanan tidak memiliki NPWP maka tarifnya akan lebih tinggi yaitu menjadi 3%.
Cara Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan Langkah-langkah untuk melakukan pembayaran PPh 22 Bendaharawan adalah:
PPh 22 dipungut oleh KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) atau Bendahara pada setiap pelaksanaan pembayaran wajib pajakBendahara harus melakukan penyetoran PPh 22 pada hari yang sama dengan dilakukannya pembayaran atas penyerahan barang dari anggaran belanja negaraPenyetoran dilakukan ke kantor Pos dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) yang telah diisi atas nama rekanan serta telah ditandatangani oleh Bendahara. Begitupun dengan pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh KPPN, SSP harus diisi atas nama rekanan dan ditandatangani oleh petugas KPPNJika rekanan belum memiliki NPWP maka kolom NPWP pada SSP bisa diisi dengan angka nol. Sedangkan untuk tiga angka di kolom kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama, diisi dengan kode KKP Pratama dimana tempat bendahara terdaftar.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai PPh 22 bendaharawan beserta cara pembayarannya. Dengan membaca artikel ini diharapkan Taxmates bisa memperluas wawasan mengenai jenis pajak penghasilan. Dengan begitu Kamu bisa terbebas dari segala masalah pajak di masa depan karena tidak menyadari tentang pentingnya kewajiban membayar pajak.
Lihat jawaban lengkap
Apa itu PPh 21 dan contohnya?
Cara Hitung PPH 21
- Cara Hitung PPh 21 ( ) Pajaknesia.id)
- Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21 ) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.
- Metode Perhitungan Gaji Karyawan
- Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya, setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya.
- Ada 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
- Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap
- Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Alya adalah karyawati pada perusahaan PT. ABC dengan status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Alya merupakan pegawai di perusahaan PT BCD. Alya menerima gaji Rp 7.000.000 per bulan. PT. ABC mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 70.000 per bulan.
- Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Alya membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
- Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Mei 2020, di samping menerima pembayaran gaji, Alya juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000. Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Gaji Pokok 7.000.000 (i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000 (ii) JKK 0,24% 16.800 JK 0,3% 21.000 Penghasilan Bruto 9.037.800 Pengurangan:
- (iii) Biaya jabatan 5% x 9.037.800 451.890
- Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 140.000
- (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok 70.000 (661.890)
Penghasilan neto (bersih) sebulan 8.375.910 (v) Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 100.510.920 (vi) PTKP (54.000.000) Penghasilan Kena Pajak Setahun 46.510.920 (vii) Pembulatan ke bawah 46.510.000 PPh Terutang 5% x 46.510.920 2.325.500 PPh Pasal 21 Bulan Mei = 2.325.500/12 193.792 Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak
- Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan memperlakukan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.
- Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:
Farhan bekerja pada PT ABCD. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 7.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada Farhan sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Farhan adalah Rp 75.000 sebulan.
- (iii) Biaya Jabatan: 5% x 7.464.833,00 = 373.242 373.242
- Iuran/Jaminan Hari Tua, 2% dari gaji pokok 150.000
- (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada 75.000
(598.242) (v) Penghasilan neto (bersih) sebulan,866.591 Penghasilan neto setahun 12 x 6.866.591= 82.399.092 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 54.000.000 (vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun 28.399.092 (viii) Pembulatan ke bawah 28.399.000 PPh Terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950 PPh Pasal 21 Bulan September = 1.419.950/ 12= 118.329 Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 118.329 x 120% = Rp 141.995.
- Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak Berkesinambungan
- Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
- Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak berkesinambungan:
Arzi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. CDE dengan penghasilan Rp 8.000.000. Besarnya PPh 21 yang terutang adalah: 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 200.000. Bila Arzi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah: 120% x 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 240.000.
Lihat jawaban lengkap
Berapa tarif PPh pasal 23?
Tarif PPh dan Objek Pasal 23 – Tarif yang dikenakan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, tergantung dari objeknya. Berikut ini adalah daftar tarif dan objek PPh Pasal 23 :
- 15% dari jumlah bruto atas :
- dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;
- hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
- 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
- 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
- 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
- Jasa penilai ( appraisal );
- Jasa aktuaris;
- Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
- Jasa hukum;
- Jasa arsitektur;
- Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape ;
- Jasa perancang ( design );
- Jasa pengeboran ( drilling ) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
- Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
- Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
- Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
- Jasa penebangan hutan;
- Jasa pengolahan limbah;
- Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli ( outsourcing services );
- Jasa perantara dan/atau keagenan;
- Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
- Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
- Jasa pengisian suara ( dubbing ) dan/atau sulih suara;
- Jasa mixing film;
- Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
- Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
- Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website ;
- Jasa internet termasuk sambungannya;
- Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/ a tau program;
- Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
- Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan inempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
- Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
- Jasa maklon ;
- Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa. (Pasal 2 ayat (4) PMK-141/PMK.03/2015 )
- Jasa penyelidikan dan keamanan;
- Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer ;
- Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan. (Pasal 2 ayat (5) PMK-141/PMK.03/2015 )
- Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
- Jasa pembasmian hama;
- Jasa kebersihan atau cleaning service ;
- Jasa sedot septic tank ;
- Jasa pemeliharaan kolam;
- Jasa katering atau tata boga;
- Jasa freight forwarding ;
- Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus semua/sebagian kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. (Pasal 2 ayat (6 PMK-141/PMK.03/2015 )
- Jasa logistik;
- Jasa pengurusan dokumen;
- Jasa pengepakan;
- Jasa loading dan unloading ;
- Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
- Jasa pengelolaan parkir;
- Jasa penyondiran tanah;
- Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
- Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
- Jasa pemeliharaan tanaman;
- Jasa pemanenan;
- Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan
- Jasa dekorasi;
- Jasa pencetakan/penerbitan;
- Jasa penerjemahan;
- Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
- Jasa pelayanan kepelabuhanan;
- Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
- Jasa pengelolaan penitipan anak;
- Jasa pelatihan dan/atau kursus;
- Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
- Jasa sertifikasi;
- Jasa survey ;
- Jasa tester, dan
- Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
- Bagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP akan dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
Apa fungsi dan manfaat dari PPh pasal 24?
PPh Pasal 24 ( Pajak Penghasilan Pasal 24 ) adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
Lihat jawaban lengkap
Apa manfaat PPh pasal 24 bagi negara?
Apa itu PPh 24? – Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) mengatur tentang hak Wajib Pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Hal ini bertujuan supaya Wajib Pajak tidak terkena pajak ganda. Karena Wajib Pajak telah melakukan pembayaran pajak asetnya di luar negeri.
- PPh Pasal 24 mengatur tentang nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.
- Dengan kata lain, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri.
- Syarat utamanya adalah nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi utang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
- Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong utang pajak Indonesia adalah sebagai berikut:
- Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
- Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.
- Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
- Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
- Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap () di luar negeri.
- Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
- Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
- Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).
Apa pengertian Pasal 24?
I. | UMUM | |||||
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. | ||||||
Undang-Undang ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Perubahan Undang-Undang tersebut dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan. | ||||||
Beberapa pokok materi penting dalam perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, antara lain susunan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi; pengawasan hakim konstitusi; masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, syarat pendidikan untuk dapat diangkat sebagai hakim konstitusi, serta Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim Mahkamah Konstitusi. | ||||||
II. | PASAL DEMI PASAL | |||||
Pasal I | ||||||
Angka 1 | ||||||
Pasal 1 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 2 | ||||||
Pasal 4 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 3 | ||||||
Pasal 6 | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Yang dimaksud dengan “jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya” adalah penjagaan keamanan yang diberikan kepada hakim konstitusi dalam menghadiri dan memimpin persidangan. | ||||||
Hakim konstitusi harus diberikan perlindungan keamanan oleh aparat terkait, yakni aparat kepolisian, agar hakim konstitusi mampu memeriksa, mengadili, dan memutus perkara secara baik dan benar tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak mana pun. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Yang dimaksud dengan “tindakan kepolisian” adalah: | ||||||
a. | pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana; | |||||
b. | permintaan keterangan mengenai tindak pidana; | |||||
c. | penangkapan; | |||||
d. | penahanan; | |||||
e. | penggeledahan; dan/atau | |||||
f. | penyitaan. | |||||
Yang dimaksud dengan “tindak pidana khusus”, antara lain tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana narkotika, dan tindak pidana teroris. | ||||||
Angka 4 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 5 | ||||||
Pasal 7 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 6 | ||||||
Pasal 7A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Pasal 7B | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 7 | ||||||
Pasal 8 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 8 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 9 | ||||||
Pasal 15 | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Huruf a | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf b | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf c | ||||||
Yang dimaksud dengan “bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” adalah menjalankan ajaran agama. | ||||||
Huruf d | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf e | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf f | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf g | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Huruf h | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 10 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 11 | ||||||
Pasal 23 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 12 | ||||||
Pasal 26 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 13 | ||||||
Pasal 27A | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (4) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (5) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (6) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (7) | ||||||
Peraturan Mahkamah Konstitusi dalam ketentuan ini dibuat dengan persetujuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. | ||||||
Pasal 27B | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 14 | ||||||
Pasal 32 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 15 | ||||||
Pasal 33A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 16 | ||||||
Pasal 34 | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Yang dimaksud dengan media elektronik adalah situs ( web site ) Mahkamah Konstitusi. | ||||||
Ayat (4) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 17 | ||||||
Pasal 35 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 18 | ||||||
Pasal 35A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 19 | ||||||
Pasal 41 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 20 | ||||||
Pasal 42A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 21 | ||||||
Pasal 45A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 22 | ||||||
Pasal 48A | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Huruf a | ||||||
Ketetapan Mahkamah Konstitusi mengenai “permohonan tidak merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi” dilakukan berdasarkan tugas dan kewenangan serta sebelum masuk pemeriksaan di persidangan. | ||||||
Huruf b | ||||||
Yang dimaksud “pemohon menarik kembali Permohonan” adalah pada saat Permohonan sudah masuk pemeriksaan di persidangan atau setelah sidang panel. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 23 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 24 | ||||||
Pasal 50A | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 25 | ||||||
Pasal 51A | ||||||
Ayat (1) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (2) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (3) | ||||||
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”, antara lain Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait, seperti Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib. | ||||||
Ayat (4) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Ayat (5) | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 26 | ||||||
Pasal 57 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 27 | ||||||
Pasal 59 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 28 | ||||||
Pasal 60 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 29 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 30 | ||||||
Pasal 79 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Angka 31 | ||||||
Pasal 87 | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
Pasal II | ||||||
Cukup jelas. | ||||||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5226 |
Dalam pasal 24 UU PPh apakah termasuk metode penghindaran pajak berganda?
pph pasal 24 – Ortax
bagaimana penjelasan tentang pph pasal 24 secara detailn nya??mohon penjelasannya., PPh Pasal 24 merupakan upaya penghindaran pajak berganda secara unilateral. Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima/diperoleh WPDN boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. Metode penghindaran pajak berganda yang dianut menurut Pasal 24 adalah Metode Kredit Pajak (Tax Credit).Beberapa macam kredit pajak yaitu: kredit pajak penuh (full tax credit), kredit pajak terbatas (ordinary tax credit), dan sparing tax credit/ fictisious tax credit. PPh Pasal 24 menganut Ordinary Tax Credit.Untuk kerugian di LN tidak diakui/tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya. Perhitungan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan yaitu setinggi-tingginya adalah pajak yang terutang/dibayar di LN, tapi tidak melebihi jumlah yang dihitung menurut rumus berikut:Penghasilan LN dibagi Total penghasilan (DN+LN/World Wide Income) x PPh atas total penghasilan. Jika penghasilan LN berasal dari beberapa negara, maka perhitungan kredit pajak LN adalah dihitung per negara (per country limitation)
: pph pasal 24 – Ortax
Lihat jawaban lengkap