Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia?

Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia
Apa Itu Kredit Pajak? Pahami Penjelasannya Berikut Ini Kredit pajak merupakan perhitungan Pajak Penghasilan yang telah dibayar atau dipungut pada awal periode. Dalam setiap Tahun Pajak yang berjalan, Wajib Pajak harus melunasi pajak yang diperhitungkan akan terutang pada Tahun Pajak tersebut.

  • Pelunasan dilakukan melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak berwenang atau melalui pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak.
  • Pembayaran pajak dalam satu Tahun Pajak berjalan dapat dikreditkan yaitu dengan melunasi angsuran pembayaran.
  • Angsuran tersebut diperhitungkan dengan mengkreditkan Pajak Penghasilan yang terutang dalam Tahun Pajak terkait.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk penghasilan yang dikenai pajak bersifat Final. Sesuai dengan aturan yang termuat dalam UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Perpajakan sebagaimana diubah dengan peraturan terbaru yaitu UU Nomor 28 Tahun 2007 atau dikenal dengan UU KUP.

  1. Dalam kebijakan tersebut, Wajib Pajak bisa mengkreditkan pajak yang telah dipungut dan dipotong untuk mengurangi jumlah pajak terutang pada akhir tahun.
  2. Dari penjelasan yang telah dipaparkan, kredit pajak diartikan sebagai jumlah pembayaran pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak sendiri.
  3. Pembayaran tersebut telah ditambah dengan pajak yang dipungut oleh pihak lain, serta dikurangkan dengan semua pajak yang terutang.

Termasuk jika terdapat pajak atas penghasilan yang masih terutang di luar negeri. Adapun jenis-jenis kredit pajak berdasarkan ketentuan pada Pasal 28 UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami beberapa kali perubahan, hingga yang terakhir adalah UU Nomor 36 Tahun 2008 atau dikenal dengan UU PPh, yaitu sebagai berikut:

Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan sesuai ketentuan yang termuat dalam Pasal 21. Pemungutan pajak atas penghasilan dari usaha sesuai ketentuan yang termuat dalam Pasal 22. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa bunga, dividen, royalti, sewa, dan imbalan lain sesuai ketentuan yang termuat dalam Pasal 23. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai ketentuan yang termuat dalam Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri untuk tahun pajak terkait sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 25.

Berdasarkan dalam Pasal 28 UU PPh, jika pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak jumlahnya lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pajak yang masih terutang wajib dibayarkan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah Tahun Pajak terkait berakhir, sebelum penyampaian diajukan.

  1. Akan tetapi, jika pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak jumlahnya lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, maka kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
  2. Etentuan ini berdasarkan aturan yang termuat dalam Pasal 28 UU PPh.
  3. Sementara untuk seluruh jenis penghasilan yang telah dikenai pajak bersifat Final, kredit pajak tidak diberlakukan.

: Apa Itu Kredit Pajak? Pahami Penjelasannya Berikut Ini
Lihat jawaban lengkap

Apa yang dimaksud dengan pajak yang dapat dikreditkan?

Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia Originaly posted by bellacious: apa si maksudnya pajak yang dapat di kreditkan? maksudnya adalah pajak yang sudah dipotong oleh pihak lain/pajak yg sudah dibayarkan sendiri dalam tahun pajak, dapat menjadi pengurang ketika menghitung jumlah pajak terhutang selama satu tahun pajak.
Lihat jawaban lengkap

Bagaimana sistem pemungutan pajak yang digunakan di Indonesia?

Indonesia memberlakukan tiga jenis sistem pemungutan pajak, yakni self assessment system, official assessment system, dan withholding system.
Lihat jawaban lengkap

Apakah seluruh pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan di Indonesia?

Ringankan Beban, Pajak Luar Negeri Dapat Dikreditkan – PPh Pasal 24 mengatur mengenai hak Wajib Pajak untuk memanfaatkan kredit pajak di luar negeri. Berdasarkan UU PPh, atas pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang (dalam tahun pajak yang sama).
Lihat jawaban lengkap

Mengapa suatu negara perlu adanya hukum pajak internasional?

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL Posted by on Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia Hukum Pajak Internasional didefinisikan oleh Prof. Dr. Adriani sebagai suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional mengenai:

  1. Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
  2. peraturan-peraturan nasional untuk menghindari pajak berganda
  3. traktat-traktat (traktat adalah perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih dalam bidang perdata).

Perjanjian Internasional di bidang perpajakan adalah suatu perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional, yang antara lain mengatur pertukaran informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan, yang meliputi:

  • Persetujuan pajak berganda
  • Persetujuaan untuk pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan
  • Konvensi tentang bantuan administratif bersama dibidang perpajakan
  • Persetujuan Multilateral antar pejabat yang berwenang untuk pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis
  • Persetujuan Bilateral antar pejabat yang berwenang untuk pertukaran informasi rekening keuangan secara otomatis
  • Persetujuan pemerintah untuk mengimplementasikan undang-undang kepatuhan perpajakan rekening keuangan asing
  • Perjanjian Bilateral dan Multilateral lainnya

Kebijakan perpajakan internasional bertujuan untuk memajukan perdagangan antara negara, serta mendorong laju investasi di tiap-tiap negara. Pemerintah berupaya meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan invesatasi. Salah satu usaha pemerintah untuk meminimalkan pajak yang dapat menghambat perdagangan dan invesatasi yaitu dengan melakukan penghindaran pajak berganda internasional.

  1. Tidak terjadi pemajakan ganda yang dapat memberatkan iklim usaha dunia
  2. Meningkatkan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri
  3. Meningkatkan sumber daya manusia
  4. Pertukaran informasi untuk mencegah penghindaran pajak
  5. Keadilan dalam perpajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam perjanjian

Prinsip-Prinsip Dalam Pemajakan Internasional adalah:

  1. Netralitas Pasar Domestik, adalah kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar adalah sama.
  2. Netralitas Pasar Internasional, adalah darimanapun asal investasi, beban pajak yang dibayar adalah sama.
  3. National Neutrality, Setiap negara mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Apabila terdapat pajak luar negeri yang tidak dapat dikreditkan dapat dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

: HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Lihat jawaban lengkap

Apakah kerugian yg terjadi di luar negeri bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negri?

BAGI wajib pajak badan maupun orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan atas kegiatan usahannya dan kemudian mengalami kerugian dalam suatu tahun pajak, maka kerugian tersebut dapat digunakan untuk menutupi keuntungan pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan demikian, pada tahun-tahun berikutnya pajak penghasilan (PPh) yang terutang akan menjadi lebih kecil atau tidak terutang sama sekali. Ketentuan pajak ini disebut dengan kompensasi kerugian ( carrying loss ) yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang (UU) PPh yang berbunyi: ” Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun “.

Terdapat beberapa catatan penting mengenai penggunaan fasilitas kompensasi kerugian ini. Pertama, istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal, bukan kerugian komersial. Kerugian atau keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan bruto dan biaya-biaya yang telah memperhitungkan ketentuan PPh (biaya yang boleh dibebankan secara fiskal).

Umumnya, suatu perusahaan memiliki dua jenis akuntansi keuangan, yakni akuntansi komersial dan akuntansi fiskal. Akuntansi komersial merupakan aktivitas untuk menyediakan informasi keuangan yang diperoleh melalui suatu proses akuntansi secara umum. Sedangkan akuntansi fiskal merupakan bagian dari akuntansi keuangan yang menekankan pada penyusunan laporan perpajakan (surat pemberitahuan/SPT) dan pertimbangan konsekuensi perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan.

Karenanya, penghitungan fiskal bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan perusahaan yang ditujukan secara khusus kepada otoritas pajak sebagai salah satu pemenuhan kepatuhan pajak ( tax compliance ). Dari hasil penghitungan fiskal ini, nantinya akan diketahui apakah wajib pajak tersebut mengalami kerugian fiskal atau tidak.

  • Edua, kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama 5 tahun ke depan secara berturut-turut.
  • Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.
  • Etiga, kompensasi kerugian hanya untuk wajib pajak badan dan orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha (wajib pembukuan).

Perlu dicatat bahwa kompensasi kerugian tersebut tidak berlaku bagi wajib pajak yang keseluruhan penghasilannya bersifat final, menggunakan norma penghitungan, dan/atau bukan merupakan objek pajak. Keempat, kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri.

Dengan kata lain, kompensasi kerugian merupakan suatu skema ganti rugi yang bisa diterapkan oleh wajib pajak badan ataupun orang pribadi yang telah melakukan pembukuan apabila berdasarkan SPT tahunan PPh ( self assessment ) atau berdasarkan ketetapan pajak atau putusan hukum dinyatakan mengalami kerugian fiskal.

Contoh Kasus PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut: 2016: laba fiskal Rp200 juta 2017: rugi fiskal (Rp300 juta) 2018: laba fiskal Rp Nihil 2019: laba fiskal Rp100 juta 2020: laba fiskal Rp800 juta Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut (dalam juta rupiah): Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia Rugi fiskal tahun 2015 sebesar Rp100 juta yang masih tersisa pada akhir tahun 2020 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021, sedangkan rugi fiskal tahun 2017 sebesar Rp300 juta hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2021 dan tahun 2022, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2017 berakhir pada akhir tahun 2022.

Kompensasi Kerugian Jika Terdapat Produk/Putusan Hukum Apabila suatu perusahaan ternyata diketahui pernah dilakukan pemeriksaan dan menempuh upaya hukum tertentu sehingga terbit suatu produk atau putusan hukum, hal tersebut dapat berpengaruh terhadap nilai kerugian fiskal dalam tahun pajak bersangkutan.

Dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2011 (PP 74/2011) disebutkan bahwa wajib pajak dapat membetulkan SPT tahunan yang telah disampaikan, dalam hal wajib pajak menerima putusan hukum tertentu atas tahun pajak sebelumnya atau beberapa tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT tahunan, dengan menyampaikan pernyataan tertulis.

  • Putusan hukum tertentu tersebut adalah surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali.
  • Contoh Kasus Dengan mengambil kasus yang sama dengan di atas, PT A diketahui pernah dilakukan pemeriksaan pajak dan telah terbit produk ketetapannya, serta PT A pada satu tahun pajak pernah mengajukan keberatan dan juga telah keluar putusannya.

Berikut informasi tambahannya: 2016: laba fiskal Rp200 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp400 juta 2017: rugi fiskal (Rp300 juta), setelah diperiksa menjadi rugi Rp270 Juta 2018: laba fiskal Rp Nihil, sesuai Putusan Keberatan menjadi laba Rp50 juta 2019: laba fiskal Rp100 juta 2020: laba fiskal Rp800 juta, setelah diperiksa menjadi laba Rp900 juta Menurut PP 74/2011, dalam jangka waktu 3 bulan setelah putusan maka wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT tahunan dan penghitungan kompensasi kerugian akan menjadi sebagai berikut:

Tahun 2016: kompensasi kerugian menjadi Rp400 juta akibat adanya produk pemeriksaan sehingga sisa rugi tahun 2015 tinggal Rp800 juta (Rp1,2 miliar-Rp400 juta). Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Tahun 2017: tidak ada kompensasi kerugian dari tahun 2015 karena tahun 2017 juga mengalami kerugian. Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Tahun 2018: kompensasi kerugian Rp50 juta akibat adanya Putusan Keberatan sehingga sisa rugi tahun 2015 menjadi Rp750 juta (Rp800 juta-Rp50 juta). Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Tahun 2019: kompensasi kerugian Rp100 juta sehingga sisa rugi tahun 2015 menjadi Rp650 juta (Rp750 juta-Rp100 juta). Penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Tahun 2020: kompensasi kerugian Rp900 juta sehingga tidak terdapat sisa rugi tahun 2015. Laba tahun 2020 (setelah dikurangi sisa kompensasi tahun 2015) menjadi Rp250 juta (Rp900 juta-Rp650 juta). PTA dapat menggunakan kompensasi kerugian tahun 2017 (Rp270 juta) sehingga penghasilan kena pajak menjadi nihil dan PPh terutang juga nihil. Dalam kasus ini untuk kerugian tahun 2017 yang tersisa Rp20 juta (Rp270 juta-Rp250 juta) hanya bisa dikompensasikan tahun 2020, 2021, dan 2022 jika masih ada.

Selain itu, perlu dicatat pula, Pasal 6 ayat 6 PP 74/2011 juga mengatur apabila wajib pajak tidak membetulkan SPT tahunan dalam jangka waktu 3 bulan setelah menerima produk/putusan hukum di atas, Direktur Jenderal Pajak akan menghitung kembali kompensasi kerugian dalam SPT tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai dengan produk/putusan hukum yang diterbitkan.*
Lihat jawaban lengkap

Apa alasan mengapa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan?

2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha – Penyebab Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan berikutnya adalah karena perolehan BKP maupun JKP tidak punya kaitan langsung dengan kegiatan usaha. Jenis pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan usaha tersebut meliputi pengeluaran terkait kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, serta manajemen.
Lihat jawaban lengkap

Mengapa pajak final tidak dapat dikreditkan?

Kenali Apa Itu PPh Final – Pajak Penghasilan (PPh) Final merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan dengan tarif dasar pengenaan pajak (DPP) tertentu. Yang mana berbeda dengan skema pajak secara umum atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam sepanjang tahun pajak berjalan.

Jadi, bisa dikatakan jika PPh Final merupakan pajak yang tidak diikutsertakan lagi dalam penghitungan PPh Terutang tahunan. Hal ini berarti bahwa suatu PPh yang sudah bersifat final, maka tidak dapat untuk dikreditkan dengan PPh Terutang. Berdasarkan pada ulasan di atas, bisa dikatakan jika suatu penghasilan yang telah dikenai PPh Final tidak akan dihitung lagi PPh atau pajaknya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Dimana PPh final ini tidak dihitung lagi pajaknya dengan penghasilan lain yang tidak final atau non final untuk dikenai tarif progresif. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Konsultan pajak Serpong adalah solusi masalah pajak anda.
Lihat jawaban lengkap

Apa yang menjadi tantangan terbesar dalam pemungutan pajak di Indonesia?

Pemungutan pajak di Indonesia mengalami banyak permasalahan, antara lain disebabkan: Kelemahan regulasi dibidang perpajakan itu sendiri, kurangnya sosialisasi, tingkat kesadaran, pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah, database yang belum lengkap dan akurat, lemahnya penegakan hukum berupa pengawasan dan pemberian
Lihat jawaban lengkap

Mengapa Indonesia menganut sistem self assessment system?

Penjelasan Terkait Self Assessment System Sebagai Sistem Pemungutan Pajak – Pajak tentu sudah sangat familiar di telinga masyarakat Serpong bahkan di seluruh Indonesia. Dimana pajak bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai sumber pendapatan terbesar bagi negara, pajak memiliki fungsi yang sangat penting untuk pembangunan sebuah negara.

  1. Walau begitu, masih ada sebagian orang yang kurang memahami dengan baik tentang pajak dan hal yang berkaitan dengannya.
  2. Termasuk sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia.
  3. Sistem pembayaran pajak yang paling umum adalah self assessment system,
  4. Simak pembahasan lengkapnya berikut ini.
  5. Self assessment system adalah sebuah sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak pada wajib pajak (WP).

Jadi, WP menentukan jumlah pajak yang perlu dibayarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam sistem ini setiap proses pemungutan pajak dilakukan sendiri oleh WP bersangkutan. Mulai dari perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajaknya. Dalam sistem pemungutan pajak self assessment system ini, peran dari institusi pemungut pajak hanyalah sebagai pengawas dan penegak hukum.

Konsultan pajak Serpong bisa membantu anda dalam mengurus pajak dengan lebih efektif. Dalam self assessment system, biasanya diberlakukan untuk jenis pajak yang termasuk dalam kategori pajak pusat. Yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Penting bagi wajib pajak (WP) untuk memahami dengan baik self assessment system,

Konsultan pajak Serpong bisa membantu anda dalam mengurus pajak dengan lebih efektif. Terdapat beberapa ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak self assessment system pajak yang perlu untuk diketahui, yaitu:

You might be interested:  Apa Itu Pasar Uang Obligasi Dan Saham?

Penentuan atas besaran dan jumlah pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak (WP) itu sendiri Wajib pajak (WP) memiliki peran aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari menghitung, membayar hingga melapor pajak. Pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dengan pengecualian wajib pajak (WP) telat lapor, telat bayar dan kendala lainnya. Memberikan wewenang kepada wajib pajak (WP) dalam menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahun pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak (WP). Dalam self assessment system wajib pajak (WP) mempertanggungjawabkan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan Surat Pemberitahuan (SPT).

Baca Juga: Dengan diterapkannya sistem pemungutan pajak self assessment system, diharapkan dapat mendorong wajib pajak (WP) untuk dapat lebih percaya dengan mekanisme perpajakan. Sehingga, pemenuhan kewajiban perpajakan yang dimiliki oleh WP dapat dilakukan dengan baik dan akurat.

  1. Baik itu dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang yang mana seluruhnya akan dipertanggungjawabkan di dalam SPT.
  2. Meski WP dapat melakukan pemenuhan kewajiban pajak secara mandiri, bukan berarti tidak ada pengawasan dari pihak terkait yakni instansi perpajakan.
  3. Dimana instansi perpajakan akan selalu memberikan pengawasan pajak berdasarkan pada Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

DJP sebagai lembaga pajak resmi Indonesia akan terus melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak (WP). Salah satu bentuk pengawasan tersebut yaitu dengan melakukan pemeriksaan pajak. Dimana pemeriksaan pajak tersebut perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak (WP) atau tidak.

Selain itu, hal ini juga dapat mendorong WP untuk membayarkan pajak yang terutang dengan jujur sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Pemeriksaan pajak merupakan upaya penting untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Karena masih ada sebagian orang yang tidak melaksanakan kewajiban pajaknya dengan baik meski sistem self assessment system telah diberlakukan.

Mengingat pentingnya fungsi pajak bagi pembangunan nasional, sebagai wajib pajak (WP) bertanggung jawab, tentu kita harus menjalan kewajiban pajak dengan baik. Melalui pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP, maka bisa diketahui sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh wajib pajak (WP).

  • Sehingga, DJP sebagai lembaga pajak negara dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk mendukung kepatuhan pajak.
  • Apabila anda yang berada di Serpong memiliki permasalahan pajak, dan membutuhkan bantuan dari, anda dapat menghubungi kami untuk melakukan konsultasi pajak secara online.
  • Agar pembayaran pajak bisnis anda optimal dan tidak mahal.

: Penjelasan Terkait Self Assessment System Sebagai Sistem Pemungutan Pajak
Lihat jawaban lengkap

Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap sistem perpajakan di Indonesia?

1. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Undang-undang ini memuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materiil, kecuali dalam undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya. 2. Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung sehingga menuntut perlunya penyempurnaan sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijaksanaan Pemerintah. Selain itu harapan masyarakat terhadap adanya aparatur perpajakan yang makin mampu dan bersih, tetap diperhatikan dalam berbagai ketentuan yang bersifat pengawasan dalam Undang-undang ini. 3. Falsafah dan landasan yang menjadi latar belakang dan dasar Undang-undang ini tercermin dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem dan mekanisme tersebut menjadi ciri dan corak tersendiri dalam sistem perpajakan Indonesia karena kedudukan Undang-undang ini yang akan menjadi “ketentuan umum” bagi perundang-undangan perpajakan yang lain. Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: a. bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional; b. tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; c. anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi yang terlalu membebani Wajib Pajak dan birokratis akan dapat dihindari. Sejalan dengan harapan dalam upaya peningkatan pelayanan masyarakat tersebut wewenang Direktur Jenderal Pajak yang bersifat teknis administratif dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya. Dalam Undang-undang ini digariskan bahwa administrasi perpajakan berperan aktif dalam melaksanakan tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Pembinaan masyarakat Wajib Pajak dapat dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain pemberian penyuluhan pengetahuan perpajakan baik melalui media massa maupun penerangan langsung kepada masyarakat. 4. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan penyempurnaan Undang-undang perpajakan ini mengacu pada kebijaksanaan pokok sebagai berikut : a. menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari penerimaan pajak; b. menunjang usaha pembangunan secara merata, mendorong investasi secara merata di seluruh wilayah Republik Indonesia, terutama untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil yang selama ini dirasakan terbelakang atau terlambat perkembangannya, baik dalam rangka pemerataan pembangunan dan pendayagunaan sumber daya alam maupun dalam rangka peningkatan penerimaan pajak dalam jangka panjang; c. menunjang usaha peningkatan ekspor, terutama ekspor non migas, barang hasil olahan, dan jasa-jasa dalam rangka meningkatkan perolehan devisa; d. menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk mengoptimalkan pengembangan potensinya, dan dalam rangka pengentasan sebagian masyarakat dari kemiskinan; e. menunjang usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi; f. menunjang usaha pelestarian ekosistem, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; g. menunjang usaha meningkatkan keadilan dalam partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya; dan h. menunjang usaha terciptanya aparat perpajakan yang makin mampu dan bersih, peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, peningkatan pengawasan atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut, serta peningkatan penegakan pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Pasal 2 Ayat (1) Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem “self assessment” wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Ayat (2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi Pengusaha badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Dengan demikian Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah beberapa kantor Direktorat Jenderal Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak baik di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha maupun di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Terhadap Pengusaha yang telah memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan. Ayat (3) Terhadap Wajib Pajak maupun Pengusaha Kena Pajak tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kantor Direktorat Jenderal Pajak selain yang ditentukan dalam ayat (1) dan ayat (2), sebagai tempat pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Selain itu bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang elektronik yang mempunyai toko di beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak, juga diwajibkan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dilakukan. Ayat (4) Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ayat (5) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan kewajiban melaporkan usaha untuk memperoleh pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap. Pengaturan tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan tersebut, tata cara pemberian dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Angka 4 Pasal 3 Ayat (1) Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : – pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; – penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak; – harta dan kewajiban; – pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi Pengusaha Kena Pajak fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : – pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; – pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku; – bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengisian Surat Pemberitahuan yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan Perpajakan. Ayat (1a) Cukup jelas Ayat (2) Dalam rangka pelayanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, formulir Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak. Ayat (3) Ayat ini mengatur tentang batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan yang dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak maupun penyelesaian pembukuannya. Bagi Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, diperkenankan untuk melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa. Ayat (4) Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi atau badan ternyata tidak dapat menyampaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca perusahaan beserta laporan laba rugi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dalam ayat (3) huruf b karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan. Ayat (5) Untuk mencegah usaha penghindaran diri dan atau perpanjangan waktu pembayaran pajak yang terutang dalam satu Tahun Pajak yang harus dibayar sebelum batas waktu pemasukan Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu ditetapkan persyaratan yang berakibat pengenaan sanksi administrasi berupa bunga bagi Wajib Pajak yang ingin memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Persyaratan tersebut berupa keharusan memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus dibayar berdasarkan penghitungan sementara dalam satu Tahun Pajak, sebagai lampiran surat permohonan penundaan kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Ayat (5a) Dalam rangka pembinaan terhadap Wajib Pajak yang sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan ternyata tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, maka terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan Surat Teguran. Ayat (6) Mengingat fungsi Surat Pemberitahuan merupakan sarana Wajib Pajak antara lain untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak dan pembayarannya, maka dalam rangka keseragaman dan mempermudah pengisian serta pengadministrasiannya, bentuk dan isi Surat Pemberitahuan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sekurang-kurangnya memuat jumlah peredaran, jumlah penghasilan, jumlah Penghasilan Kena Pajak, jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta harta dan kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi. Untuk Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak. Surat Pemberitahuan harus dilampiri dengan keterangan dan dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pisah harta dan penghasilan, dokumen yang berkenaan dengan impor atau ekspor dan Surat Setoran Pajak. Ayat (7) Surat Pemberitahuan yang ditandatangani beserta lampirannya adalah satu kesatuan yang merupakan unsur keabsahan Surat Pemberitahuan. Dengan demikian apabila Surat Pemberitahuan disampaikan tetapi tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan yang diharuskan, maka Surat Pemberitahuan tersebut dianggap tidak disampaikan. Ayat (8) Pada prinsipnya setiap Wajib Pajak Pajak Penghasilan diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan. Dengan pertimbangan efisiensi atau pertimbangan lainnya, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak Pajak Penghasilan yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan, misalnya Wajib Pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak namun karena kepentingan tertentu diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Angka 5 Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan memuat hal-hal mengenai antara lain penelitian kelengkapan, pemberian tanda terima, pengelompokan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar, Kurang Bayar dan Nihil, prosedur perekaman dan tindak lanjut pengelolaannya, yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Angka 6 Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak dan sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, maka perlu cara lain bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuannya selain melalui Kantor Pos secara tercatat. Oleh karena itu, cara lain perlu diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Ayat (3) Angka 7 Pasal 7 Ayat (1) Untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan untuk menjaga disiplin Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang dalam batas waktu yang ditentukan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan. Ayat (2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan Wajib Pajak tertentu untuk tidak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), misalnya Wajib Pajak Non Efektif dan Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya di bawah jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Angka 8 Pasal 8 Ayat (1) Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan mulai melakukan tindakan pemeriksaan adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, atau wakil, atau kuasa, atau pegawai, atau diterima oleh anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. Penetapan batas waktu pembetulan tersebut, di satu pihak dipandang cukup waktu bagi Wajib Pajak untuk meneliti dan membetulkan Surat Pemberitahuannya apabila terdapat kesalahan, di lain pihak masih tersedia cukup waktu bagi Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan terhadap pembetulan yang dilakukan Wajib Pajak sebelum batas waktu daluwarsa terlampaui. Ayat (2) Dengan adanya pembetulan Surat Pemberitahuan atas kemauan sendiri membawa akibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan. Bunga yang terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sampai dengan tanggal pembayaran karena adanya pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut. Ayat (3) Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 selama belum dilakukan penyidikan, sekalipun telah dilakukan pemeriksaan dan Wajib Pajak telah mengungkapkan kesalahannya dan sekaligus melunasi jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali dari jumlah pajak yang kurang dibayar, maka terhadapnya tidak akan dilakukan penyidikan. Namun bilamana telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. Ayat (4) Walaupun jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada Wajib Pajak baik yang telah maupun yang belum membetulkan Surat Pemberitahuan masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang dapat berupa Surat Pemberitahuan Tahunan atau Surat Pemberitahuan Masa untuk tahun-tahun atau masa-masa sebelumnya. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut terbatas pada hal-hal sebagai berikut: a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau c. jumlah harta menjadi lebih besar; atau d. jumlah modal menjadi lebih besar. Ayat (5) Cukup jelas
You might be interested:  Imam Yang Membolehkan Zakat Fitrah Dengan Uang?

Lihat jawaban lengkap

Bagaimana jika Indonesia tidak memungut pajak?

Nasib Indonesia tanpa pajak – Tanpa pajak, pemerintah tidak akan punya uang untuk menyediakan layanan umum untuk masyarakat. Tanpa pajak, kehidupan negara pastinya akan berbeda. Apakah merupakan ide yang baik untuk menghilangkan pajak, kebanyakan orang mungkin akan menjawab ‘ya’. Pertanyaannya adalah bagaimana pemerintah membangun dan memelihara suatu negara apabila pendapatannya kecil? Siapa yang akan mendanai polisi, penjara dan layanan pertahanan? Belum lagi ada banyak orang yang tidak memiliki pendapatan.

  1. Tanpa pajak, pemerintah tidak akan mampu menyediakan pensiun atau tunjangan pengangguran.
  2. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati pernah berkata bahwa pajak itu untuk keadilan.
  3. Yang tidak memiliki pendapatan, tidak terkena pajak dan yang pendapatannya sedikit yang ada juga sedikit, begitu pula sebaliknya.

Setelah terkumpul oleh negara, pajak tersebut akan kembali untuk kepentingan rakyat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik seperti membangun aliran listrik, membangun jembatan, membangun rumah sakit, membangun sekolah negeri, membangun jalan tol, membangun pelabuhan, bandara, stasiun, transportasi dan beasiswa pendidikan dan lain sebagainya.
Lihat jawaban lengkap

Pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia selain BUT dari pemerintah adalah merupakan objek pajak apa?

f. Tarif PPh 26 terbaru dan PPh Pasal 26 ayat 4 – Tarif PPh Pasal 23/26 ini dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ketentuan tarif PPh 23/26 ini diatur dalam UU Pajak Penghasilan No.36/2008. Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%.

  1. Akan tetapi jika mengikuti perjanjian pajak ( tax treaty) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah, sesuai ketentuan yang berlaku.
  2. Pengenaan tarif pajak penghasilan pasal 26 ini juga didasarkan dari DPP atau jumlah bruto penghasilan.
  3. Besar tarif PPh Pasal 26 terbaru ditetapkan adalah sebesar berikut ini: 1.

Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% (final) dari Jumlah Bruto Sebelumnya, sesuai UU No.36 Tahun 2008, tarif PPh26 ditetapkan sebesar 20%. Kemudian tarif PPh 26 terbaru diturunkan menjadi 10% melalui Peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.

  1. Masa kepemilikan obligasi memiliki besaran yang sesuai dengan jumlah bruto bunga obligasi dengan kupon
  2. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominal dengan besar kupon diskonto obligasi
  3. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominala dengan diskonto obligasi bunga

Tarif PPh 26 terbaru sebesar 10% dari jumlah bruto yang dikenakan atas:

  • Dividen
  • Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran pinjaman)
  • Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta
  • Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan
  • Hadiah dan penghargaan
  • Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
  • Premi swap dan transaksi lindung lainnya
  • Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

Jadi, tarif royalti PPh 26 dan tarif PPh 26 jasa luar negeri dan lainnya adalah 10% berdasarkan regulasi tarif PPh 26 terbaru melalui PP No.9 Tahun 2021 tersebut. Bayar dan lapor pajak dalam satu platform lebih mudah dan cepat di Klikpajak. Coba sekarang! 2.

  • perhiasan mewah
  • berlian
  • emas
  • intan
  • jam tangan mewah
  • barang antik
  • lukisan
  • mobil dan motor
  • kapal pesiar dan pesawat terbang ringan

Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:

  • 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
  • 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang
  • 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang

c. Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25% dari harga jual.3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau Pengalihan Saham Perusahaan Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan.

Atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia.4. Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20% Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak ( tax treaty ) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).5.

Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4) Berikutnya adalah tarif pajak penghasilan yang termasuk dalam PPh Pasal 26 ayat 4. Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa PPh Pasal ayat 4 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan BUT di Indonesia yang sudah dikurangi pajak.
Lihat jawaban lengkap

Apakah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri akan dapat dikreditkan?

PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan, Jakarta – Dalam aturan perpajakan Indonesia, kita mengenal aneka pengenaan yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan. Jika menilik Undang-Undang PPh, salah satu jenis penghasilan yang diatur adalah Pasal 24.

  • Definisi
  • Jika berdasarkan aturannya, PPh Pasal 24 diartikan sebagai peraturan yang mengatur hak Wajib Pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.
  • “Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama,” bunyi Pasal 24 ayat 1 UU Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh.
  • Lebih lanjut pada Pasal 2 UU 36/2008, disebutkan bahwa besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan aturan UU PPh.
  • Subjek dan objek

Sebagaimana disebutkan pula dalam UU 36/2008, subjek yang termasuk dalam PPh Pasal 24 adalah Wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan—termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Di sisi lain, yang menjadi objek Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.

Sumber penghasilan Jika sudah memahami pengertian beserta subjek dan objek dalam PPh Pasal 24, maka alangkah baiknya kita juga memahami sumber penghasilan kena pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia sebagaimana aturan perundang-undangan. Adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut.1. Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.2.

Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, serta kegiatan.5.

Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).

Yang perlu diingat, kalau nilai pajak di luar negeri yang telah digunakan sebagai kredit pajak di Indonesia telah berkurang atau dikembalikan sehingga nilai kredit akan berkurang untuk menutup pajak terutang yang ada di sini, maka Wajib Pajak harus membayar jumlah terutang tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Indonesia.

  1. Sementara, jika penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka Wajib Pajak diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.
  2. Pelaksanaan kredit pajak
  3. Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan:
  4. 1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
  5. 2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak ( tax return ) yang disampaikan di luar negeri
  6. 3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
  7. 4. Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan PPh
  8. Adapun beberapa hal lain yang wajib diperhatikan dalam pelaksanaan kredit pajak di antaranya jika penghasilan dari luar negeri didapat dari beberapa negara, maka penghitungan PPh pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara; serta penghasilan kena pajak yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat 2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri.

Selain itu, atas permintaan Wajib Pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran seperti yang disebutkan di atas, karena alasan-alasan yang ada di luar kekuasaan Wajib Pajak. Lalu, jika terjadi perubahan besaran penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak mesti melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.

  • Adapun PPh yang dibayarkan atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya, tidak juga dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
  • Perhitungan
  • Supaya lebih memahami perhitungan PPh Pasal 24, Anda bisa menyimak ilustrasi sederhana berikut ini:

Di tahun 2022, PT Usaha Maju memperoleh pendapatan neto dari luar negeri sebesar Rp 200 juta dan penghasilan dalam negeri senilai Rp 300 juta. Sesuai peraturan perpajakan di negara tersebut, diasumsikan badan usaha ini harus membayar pajak sebesar 15 persen.

Untuk dapat menghitung total pajak terutang yang harus dibayarkan di Indonesia, maka Wajib Pajak Badan ini harus menjumlahkan total pendapatan neto keseluruhan yang menjadi Rp 500 juta. Selanjutnya, total PPh terutang dapat dihitung dengan cara: 15% x Rp 500.000.000 = Rp 75.000.000.000 Setelah mendapat total PPh terutang, maka perlu dihitung jumlah pajak maksimum yang dapat dikreditkan melalui rumus: (Penghasilan Neto dari Luar Negeri/Total Penghasilan) x Total PPh Terutang (Rp 200.000.000/Rp 500.000.000) x Rp 75.000.000 = Rp 30.000.000 Berdasarkan ilustrasi perhitungan di atas, maka total pajak yang dapat dikreditkan Wajib Pajak ini adalah Rp 30.000.000.

: PPh Pasal 24: Definisi, Subjek, Objek, Hingga Perhitungan
Lihat jawaban lengkap

Bagaimana dengan kebijakan pajak internasional ini di Indonesia?

Mengenal Pajak Internasional dan Penerapan di Indonesia Pajak.com, Jakarta – Isu pajak internasional belakangan ini kian populer dan menjadi pembahasan utama di pelbagai forum global. Hal itu tidak lepas dari peran Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)/G20 yang aktif menyuarakan dan menyusun aksi bersama untuk menangkal penghindaran pajak di seluruh dunia, salah satunya diimplementasikan melalui pertukaran data dan informasi secara otomatis (Automatic Exchange Of Information/AEoI) antar negara.

Emudian, isu pajak internasional semakin akrab di telinga kita, terlebih ketika Indonesia memegang tongkat estafet Presidensi G20 (2021-2022). Belum lama ini dalam rangkaian Presidensi G20, Forum Asia Initiative melanjutkan untuk menyusun konsensus tentang penerapan transparansi pajak di negara Asia dan saling mendukung optimalisasi penerimaan di masing-masing otoritas.

Lantas, apa itu itu pajak internasional? Dan bagaimana penerapan pajak internasional di Indonesia? Pajak.com akan mengulasnya dari pelbagai literasi, aturan yang berlaku, dan penjelasan dari Direktorat Perpajakan Internasional (PI) Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Apa itu pajak internasional? Pajak internasional didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda ( P3B ). Ketentuan dasar pajak internasional mengacu pada Konvensi Wina 23 Mei 1969, yakni sebuah perjanjian yang berisi tentang hukum perjanjian antar negara.

Perjanjian inilah yang menyebabkan ketentuan perpajakan yang berlaku di negara tertentu tidak lagi berlaku bagi penduduk atau organisasi asing, jika telah disetujui dalam kesepakatan bilateral antar negara yang bersangkutan. Pajak internasional mengatur dua hal, yaitu: 1.

  1. Pemajakan subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber di luar negeri.2.
  2. Pemajakan subjek pajak luar negeri yang menerima yang mendapatkan penghasilan dari sumber di dalam negeri.
  3. Perjanjian ini diberlakukan untuk menghindari terjadinya pajak berganda karena perbedaan ketentuan pajak antar negara, sehingga pajak internasional yang menjadi penengah saat terjadinya hal itu.
You might be interested:  Jelaskan Fungsi Uang Yang Digunakan Oleh Masyarakat?

Selain itu, pajak internasional juga bertujuan guna untuk meningkatkan taraf perekonomian serta perdagangan untuk kedua negara yang berhubungan, dan bertujuan untuk meminimalisir hambatan pada investasi atas penanaman modal asing yang diakibatkan oleh perlakuan pengenaan pajak yang diberlakukan untuk kedua negara yang bersangkutan.

  • Apa saja dua faktor yang memengaruhi terjadinya kesepakatan pajak internasional? 1.
  • Personal connecting factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan status pada suatu subjek pajak negara yang berkaitan, namun untuk Wajib Pajak pribadi ketentuannya dilihat dari tempat tinggal dan keberadaannya.2.

Objective connecting factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan dengan aktivitas ekonomi atau objek pajak yang berkaitan dengan daerah teritorial suatu negara. Bagaimana perlakuan pajak internasional di Indonesia? Di Indonesia, perlakuan pajak internasional hanya dibatasi pada subjek dan objek pajak yang berada pada wilayah Indonesia.

  1. Artinya, suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan pajak dengan ketentuan yang dimiliki Indonesia.
  2. Endati demikian, berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (PPh), ada kewenangan pemerintah untuk melakukan segenap perjanjian dengan pemerintahan negara lain guna untuk menghindari pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

Untuk itu, dilakukan Indonesia melakukan P3B terhadap beberapa negara. Apa itu P3B? P3B digunakan untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang terjadi diantara negara sumber dan negara domisili. Negara sumber adalah negara dengan tempat sumber penghasilan berasal dan negara domisili adalah negara dengan tempat Wajib Pajak tinggal atau menetap.

Dalam proses pengadaan P3B, masing-masing negara akan mengajukan Model P3B masing-masing. Indonesia juga mempunyai model P3B tersendiri. Secara umum, di dunia ada dua Model P3B, yaitu Organization for Economic Cooperation and Development Model (OECD Model) dan United Nations Model (UN Model). OECD Model dibuat berdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara maju, sedangkan UN Model dibuat berdasarkan perspektif atau kepentingan negara-negara berkembang.

Model P3B Indonesia adalah merupakan modifikasi dari UN Model. Dengan merujuk ke Model P3B Indonesia, ketentuan-ketentuan dalam UU PPh yang dimodifikasi antara lain sebagai berikut:

Pengertian subjek pajak dalam negeri.Perpajakan atas laba usaha dan bentuk usaha tetap (BUT). Pelayaran dan penerbangan.Perpajakan atas penghasilan dari modal.Perpajakan atas penghasilan dari harta tidak bergerak.Perpajakan atas penghasilan dari pengalihan harta (capital gain). Perpajakan atas penghasilan dari pekerjaan.Perpajakan atas penghasilan Lainnya.Metode P3B.

Dalam PER-15/PJ/2018, Wajib Pajak luar negeri yang berhak untuk menerima penghasilan dari Indonesia dengan memanfaatkan P3B adalah sebagai berikut:

Wajib Pajak yang menerima penghasilan bukanlah subjek pajak dalam negeri Indonesia.Wajib Pajak yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra yang telah menyepakati P3B.Tidak terjadi penyalahgunaan P3B.Wajib Pajak yang menerima penghasilan merupakan beneficial owner, sesuai dengan persyaratan dalam P3B.

Contoh: Mr. John Chen merupakan warga negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT), bekerja pada perusahaan minyak dan gas (migas) yang melakukan kegiatan eksplorasi di Indonesia. Ia berada di Indonesia selama 300 hari dalam setiap tahunnya. Menurut UU Indonesia, Mr.

Ketentuan di atas berlaku dalam penetapan status kependudukan orang pribadi. Untuk pihak selain orang pribadi, Pasal 4 ayat (3) Model P3B Indonesia mengatur bahwa apabila suatu pihak selain orang pribadi (bisa badan atau warisan yang belum dibagi) menjadi penduduk pada kedua contracting states, pejabat yang berwenang dari kedua negara akan berusaha memecahkan masalah ini melalui persetujuan bersama.Beberapa P3B yang sekarang berlaku, apabila suatu individu menjadi penduduk pada kedua contracting states, maka individu itu akan dianggap sebagai penduduk negara di mana tempat kedudukan manajemen efektif individu itu berada. Pada praktiknya, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996, status kependudukan orang/badan cukup dibuktikan dengan certificate of residence atau Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan oleh otoritas masing-masing negara.

Lihat jawaban lengkap

Apakah sistem perpajakan di Indonesia telah menerapkan 4 prinsip?

Kesimpulan – Demikianlah pengenalan secara singkat mengenai empat prinsip pajak menurut Adam Smith. Empat prinsip pajak ini meliputi prinsip keadilan, prinsip kepastian hukum, prinsip efisiensi ekonomis, dan prinsip ketepatan waktu. Masing-masing prinsip ini memiliki karakteristik tersendiri, yang semuanya bertujuan untuk membentuk sistem perpajakan yang baik dan tidak semena-mena.

  1. Sistem perpajakan yang baik akan memberi kemudahan bagi Wajib Pajak dan menumbuhkan kesadaran untuk taat membayar pajak.
  2. Terlebih jika pemerintah memberikan kelonggaran waktu sebagaimana yang dijelaskan pada prinsip ketepatan waktu.
  3. Baik halnya pula bagi Wajib Pajak untuk langsung menganggarkan besaran pajak yang harus dikeluarkan begitu mendapatkan gaji atau penghasilan.

Dalam hal ini, Wajib Pajak bisa memanfaatkan kemajuan teknologi berupa software akuntansi dan bisnis seperti Accurate Online. Accurate Online merupakan software berbasis cloud yang menyediakan lebih dari 200 jenis laporan keuangan dan bisnis. Di dalamnya, terdapat fitur dan keunggulan yang akan memudahkan Anda dalam mengelola dan membuat laporan keuangan secara lebih akurat, cepat, dan otomatis. Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia
Lihat jawaban lengkap

Bagaimana pengenaan pajak e commerce di Indonesia?

Pengertian E- commerce (Perdagangan Elektronik) Perdagangan elektronik electronic commerce atau e-commerce ) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya.

  1. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.
  2. Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-commerce ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis ( e-business ) yang berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik, SCM ( supply chain management ), pemasaran elektronik ( e-marketing ), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online ( online transaction processing ), pertukaran data elektronik ( electronic data interchange /EDI), dll.

E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekadar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-commerce juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-commerce ini.

  1. Online Marketplace
  2. Classified Ads,
  3. Daily Deals,
  4. Online Retail,

Penjelasan masing – masing tipe sebagai berikut, On l i n e Marketplace adalah kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa Toko Internet di Mal Internet sebagai tempat On line Marketplace Merchant menjual barang dan/atau jasa. C l a ss i fied Ads adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi Pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada Pengguna Iklan melalui situs yang disediakan oleh Penyelenggara Classified Ads,

  • D a i l y Deals merupakan kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs Daily Deals sebagai tempat Daily Deals Merchant menjual barang dan/atau jasa kepada Pembeli dengan menggunakan Voucher sebagai sarana pembayaran.
  • On l i n e Retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli di situs O nline Retail,

Pemajakan e-commerce Pajak penghasilan (PPh) atas UMKM kepada penjual baik melalui e-commerce ataupun toko retail, tarifnya 0,5 persen dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya belum melebihi Rp 4,8 miliar. Adapun besaran jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak, termasuk oleh pelaku usaha digital (e-commerce) sangat bergantung dari peredaran usaha (omzet) serta berapa lama kewajiban perpajakannya tidak dipenuhi.

  1. Sebagai gambaran, dengan batasan tarif pajak penghasilan 0,5%, maka penjual di online shop dengan omset maksimal Rp 4,8 miliar per tahun, besaran PPh adalah Rp 24 juta.
  2. Besaran PPh maksimal yang dibayar per bulan adalah Rp 2 juta.
  3. Selain itu, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu tidak dikenai PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta dalam satu tahun pajak.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 ini akan berlaku pada Tahun Pajak 2022. Perkembangan peraturan perpajakan terkait E – Commerce Regulasi tentang pengenaan pajak atas transaksi elektronik pada platform e-commerce sebenarnya sudah ada sejak tahun 2103 berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-62/PJ/2013 yang menjelaskan tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi e-commerce.

Pada tahun 2017, ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-commerce) Tahun 2017-2019. Road Map tersebut memuat informasi terkait pemenuhan kewajiban pajak, tata cara pendaftaran bagi pelaku usaha e-commerce dan persamaan perlakuan pajak.

Sebagai upaya lanjutan atas Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-commerce) Tahun 2017-2019, maka pada tahun 2018 dibentuklah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-commerce).

  1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 memuat kewajiban bagi pedagang maupun penyedia jasa untuk memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada penyedia platform marketplace.
  2. Apabila pedagang atau penyedia jasa belum memiliki NPWP, mereka dapat segera mengurusnya dengan mendaftarkan diri secara online pada aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau dapat memberitahukan Nomor Induk kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

Berdasarkan peraturan tersebut, pedagang dengan omzet Rp4,8 miliar dalam setahun akan dikenai pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet brutonya, Sedangkan pedagang dengan omzet diatas Rp4,8 miliar dalam setahun dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak dan wajib untuk membayar PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  • Pengenaan pajak terhadap e-commerce berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 secara resmi mulai diberlakukan sejak tanggal 01 April 2019.
  • Perberlakuan pajak bagi pelaku e-commerce menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat.
  • Menteri Keuangan, Sri Mulyani akhirnya menarik kembali aturan tersebut dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No.31/PMK.010/2019 mengenai Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

Setahun setelah terjadi pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2019, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sebagai upaya menjaga stabilitas keuangan Negara.

  • Pasal 6 Undang-Undang tersebut membahas tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME) yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020.
  • Peraturan Menteri Keuangan tersebut berisi tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pengumutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang kena Pajak tidak Berwujud dan/atau Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Pelaksanaan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020. Sumber :

  • Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  • com.2021. Perkembangan Regulasi dan Optimalisasi Pajak E-Commerce. Diakses pada 8 Desember 2021 pada https://www.pajak.com/pwf/perkembangan-regulasi-dan-optimalisasi-pajak-e-commerce/

Image Sources: Google Image
Lihat jawaban lengkap

Apakah tujuan dari pajak?

Hasil penelitian menunjukkan tujuan pemungutan pajak adalah untuk meningkatkan pendapatan Negara semaksimal mungkin serta untuk menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam meningkatkan investasi, daya saing dan kemakmuran rakyat.
Lihat jawaban lengkap

Apa tujuan dan fungsi pajak?

1. Fungsi anggaran ( budgetair ) – Pajak berfungsi sebagai sumber penerimaan kas negara, Pajak yang dikumpulkan dari masyarakat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Nah, semakin banyak masyarakat yang membayar pajak, maka semakin besar pula pendapatannya. Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia
Lihat jawaban lengkap

Jelaskan apa yang saudara ketahui mengenai tujuan serta fungsi dari kredit?

Pengertian Kredit, Fungsi, dan Tujuannya, Perlu Diketahui | merdeka.com Mengapa Ada Kebijakan Kredit Pajak Di Indonesia Ilustrasi Uang. ©2014 Merdeka.com Merdeka.com – merupakan salah satu fasilitas keuangan yang sering digunakan masyarakat. Sering kali, kredit digunakan untuk membeli barang dengan mengangsur sejumlah uang. Angsuran ini dilakukan beberapa kali hingga lunas atau mencapai nominal target pembayaran.

Bukan hanya pembelian barang, kredit juga bisa berupa uang tunai yang diajukan oleh pemohon kepada bank. Dengan kredit ini, tentu memberikan kemudahan bagi masyarakat ketika membutuhkan dana. Tak heran, jika ini menjadi salah satu cara yang dilakukan masyarakat untuk mendapatkan modal usaha. Sebagai fasilitas keuangan yang kerap digunakan dalam berbagai hal, maka penting bagi masyarakat untuk memahami apa pengertian kredit, apa fungsi dari kredit, dan apa tujuan disediakan fasilitas kredit.

Bukan hanya itu, kredit juga memiliki beragam jenis dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dengan memahami beberapa hal ini, Anda bisa lebih mengerti fungsi dan kegunaan kredit yang sering ditemui sehari-hari. Ini juga membantu dalam menyusun rencana finansial agar setiap tujuan atau kebutuhan terpenuhi dengan baik. ©2020 Istimewa Biasanya kredit dilakukan dengan atau tidak dengan jaminan. Begitu juga dengan bunga, kredit dapat dilakukan dengan atau tidak dengan bunga. Tentu ini tergantung dari setiap lembaga yang berperan sebagai pihak penyedia kredit. Dalam Undang-Undang Perbankan RI No.10 tahun 1998, pengertian kredit dijelaskan sebagai penyediaan uang/ tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan/ kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.3 dari 4 halaman Setelah mengetahui pengertian kredit, berikutnya akan dijelaskan mengenai tujuan dan fungsi kredit.

Secara umum, tujuan kredit dibedakan menjadi tiga, yaitu mencari keuntungan, membantu usaha nasabah, dan membantu pemerintah. Tujuan mencari keuntungan, jelas bahwa kredit merupakan fasilitas keuangan yang bisa menghasilkan keuntungan. Biasanya keuntungan ini berupa bunga yang diterima bank sebagai balas jasa karena telah menyediakan dana.

Berikutnya tujuan kredit juga dapat membantu usaha nasabah. Di mana pihak bank akan menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan dana, baik untuk investasi atau modal usaha. Dalam hal ini, bank maupun masyarakat saling mendapatkan keuntungan. Terakhir, tujuan kredit juga membantu pemerintah.

Meningkatkan daya guna uang dan barang. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Meningkatkan peredaran barang. Sebagai alat untuk mendukung stabilitas ekonomi. Meningkatkan gairah usaha di masyarakat. Meningkatkan tambahan modal pendapatan.

4 dari 4 halaman Setelah memahami pengertian kredit, fungsi, dan tujuannya, terakhir terdapat beberapa jenis kredit yang perlu diketahui. Jenis-jenis kredit ini dibagi menjadi beberapa kategori. Mulai dari kredit berdasarkan jangka waktu, macam, sektor perekonomian, hingga golongan ekonomi. Berikut beberapa jenis kredit berdasarkan setiap kategorinya, perlu diketahui. Kredit jangka waktu

Kredit jangka pendek: kredit yang dilakukan paling lama satu tahun. Kredit jangka menengah: kredit yang dilakukan antara satu hingga tiga tahun. Kredit jangka panjang: kredit yang dilakukan lebih dari tiga tahun.

Kredit macam

Kredit aksep: kredit bank berupa pinjaman uang sebanyak plafond kredit. Kredit penjual: kredit yang dilakukan untuk membeli barang dengan cicilan. Biasanya barang diterima di muka, angsuran uang dilakukan kemudian Kredit pembeli: kredit untuk mendapatkan barang, tetapi pembelian dilakukan dengan uang muka, dan barang diterima setelahnya.

Kredit sektor perekonomian

Kredit pertanian: kredit yang disalurkan kepada masyarakat yang melakukan usaha perkebunan, peternakan, dan perikanan. Kredit perindustrian: kredit yang disalurkan pada pelaku industry, baik kecil, menengah, hingga besar. Kredit pertambangan: kredit yang disalurkan pada pelaku usaha tambang. Kredit ekspor-impor: kredit yang disalurkan pada pelaku eksportir dan importir dengan beragam barang yang diperdagangkan. Kredit koperasi: kredit yang disalurkan pada lembaga koperasi. Kredit profesi: kredit yang disalurkan pada berbagai macam profesi seperti guru, dokter, dan lain sebagainya.

Kredit golongan ekonomi

Golongan ekonomi lemah: kredit yang ditujukan kepada pelaku usaha dengan kekayaan maksimal sebesar Rp600 juta. Kekayaan ini tidak termasuk tanah dan bangunannya. Golongan ekonomi menengah dan konglomerat: yaitu kredit yang ditujukan pada pengusaha menengah dan besar dengan kekayaan di atas Rp600 juta.

: Pengertian Kredit, Fungsi, dan Tujuannya, Perlu Diketahui | merdeka.com
Lihat jawaban lengkap