Undang Undang Yang Mengatur Pinjaman Online?

Undang Undang Yang Mengatur Pinjaman Online
LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PINJAMAN ONLINE Oleh Rizka Noor Hasela, SH Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah mengalami penurunan yang sangat signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 sebesar 2,97% year-on-year (yoy).

  1. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 ini, lebih rendah dari kuartal I-2019 yang 5,07% yoy.
  2. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini, disebabkan oleh turunnya sejumlah ekspor Indonesia, salah satunya ke China dan Amerika Serikat, dua negara tujuan ekspor terbesar Indonesia.
  3. Hal ini merupakan dampak dari pandemi wabah virus corona yang membuat sejumlah negara melakukan lockdown sehingga perdagangan ekspor impor terdampak luas.

Penurunan pertumbuhan ekonomi ini juga berdampak kepada jumlah populasi, tingkat inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi di Indonesia. Dimana hal ini juga menyebabkan maraknya Pinjaman Online untuk memenuhi kebutuhan sosial. Perkembangan teknologi yang tidak terbatas di era digital sekarang ini, semakin lengkap dengan hadirnya salah satu bentuk penerapan teknologi informasi di bidang keuangan, yaitu aplikasi Pinjaman Online,

  1. Pinjaman Online merupakan fasilitas pinjaman uang oleh penyedia jasa keuangan yang terintegrasi dengan teknologi informasi, mulai dari proses pengajuan, persetujuan hingga pencairan dana dilakukan secara online atau melalui konfirmasi SMS dan/atau telepon.
  2. Pinjaman online hadir pertama kali di Indonesia pada akhir Tahun 2014 yang dipelopori oleh Perusahaan Fintech ( Financial Technology),

Kemudian pada tahun berikutnya Bank dan Lembaga Keuangan pun ikut menawarkan berbagai produk pinjaman mudah dengan proses cepat yang tentunya terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dasar hukum Pinjaman Online diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Dengan adanya hal tersebut Pinjaman Online menjadi salah satu produk finansial, yang paling diminati masyarakat Indonesia saat ini karena memiliki proses pengajuan yang cepat, syarat mudah dan juga praktis. Hal ini juga mendorong Bank, Fintech dan Lembaga Keuangan lainnya untuk menawarkan Pinjaman Online cepat cair untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.

Masyarakat tak perlu lagi mendatangi Bank dengan mengajukan permohonan secara langsung untuk mendapatkan pinjaman, proses peminjaman uang cukup diakses melalui Smartphone, seperti Apple Store (IOS) atau Google Play Store (Android) maupun laptop yang terkoneksi dengan internet.

Banyak orang berpikir bahwa Pinjaman Online ini adalah solusi yang mudah dan cepat untuk mendapatkan uang. Namun ternyata dibalik kenyamanan ini, tentu ada konsekuensi dan risiko yang akan diterima oleh pelanggan jika mereka melanggar kewajiban mereka. Perkembangan industri fintech ini juga lekat dengan stigma negatif dari masyakarat khususnya dalam cara penagihan.

Permasalahan Pinjaman Online atau Financial Technology Peer To Peer Lending (Fintech P2P) kian hari terus menjadi sorotan publik. Berbagai kasus pelanggaran Perusahaan Fintech mulai bermunculan di media massa. Bentuk pelanggaran oleh Perusahaan Fintech ini juga beragam jenisnya.

Mulai dari penagihan intimidatif (Pasal 368 KUHP dan Pasal 29 jo 45 UU ITE), penyebaran data pribadi (Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE), penipuan (Pasal 378 KUHP) hingga pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 Ayat 1 jo 45 Ayat 1 UU ITE) yang diduga terjadi dalam persoalan ini. Ragam dugaan pelanggaran tersebut salah satunya bersumber dari hasil laporan pengaduan masyarakat yang diterima oleh berbagai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sejak tahun lalu.

Terakhir, permasalahan fintech ini bahkan merenggut nyawa nasabah yang memilih bunuh diri akibat depresi karena penagihan pinjaman tersebut. Sayangnya, penyelesaian hukum permasalahan ini masih minim sehingga kasus-kasus serupa terus bermunculan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 POJK 77/2016, Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.

  1. Berdasarkan kajian hukum perdata pada teknologi finansial bahwa perbuatan hukum yang timbul antara debitur dengan kreditur didasari dengan adanya perjanjian.
  2. Dalam layanan aplikasi Pinjaman Online, banyak orang telah mengeluhkan permasalahan mengenai penyebarluasan data pribadi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara Pinjaman Online tanpa pemberitahuan dan tanpa izin dari pemiliknya.

Hasil studi menunjukan bahwa perlindungan hukum dan sanksi bagi pelanggaran data pribadi telah diatur dalam Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun secara khusus mengenai perlindungan hukum dan sanksi pelanggaran data pribadi dalam layanan Pinjaman Online telah tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 26 bahwa pihak penyelenggara bertanggung jawab menjaga kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data pribadi pengguna serta dalam pemanfaatannya harus memperoleh persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • Sanksi terhadap pelanggaran data pribadi mengacu pada Pasal 47 ayat (1), yaitu sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.
  • Masyarakat awam hukum tentunya merasa khawatir menghadapi permasalahan hukum tersebut.

Di sisi lain, perlindungan hukum bagi nasabah Pinjaman Online merupakan aspek serius untuk ditangani oleh pihak berwajib. Perlindungan Pengguna Layanan berdasarkan Pasal 29 POJK 77/2016, Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan Pengguna yaitu, transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, serta penyelesaian sengketa Pengguna secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Bagi Penyelenggara atau Perusahaan Fintech dapat dikenakan sanksi apabila melanggar ketentuan Pasal 43 dan Pasal 47 POJK 77/2016, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 43: a. melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha Penyelenggara yang diatur dalam Peraturan OJK ini; b. bertindak sebagai Pemberi Pinjaman atau Penerima Pinjaman; c.

memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain; d. menerbitkan surat utang; e. memberikan rekomendasi kepada Pengguna; f. mempublikasikan informasi yang fiktif dan/atau menyesatkan; g. melakukan penawaran layanan kepada Pengguna dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan Pengguna; dan h.

Mengenakan biaya apapun kepada Pengguna atas pengajuan pengaduan. Pasal 47: Atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK ini, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa: a. peringatan tertulis; b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu; c.

pembatasan kegiatan usaha; dan d. pencabutan izin. Terkait hal tersebut, permasalahan ini termasuk kategori perjanjian utang-piutang sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata. Untuk itu perlindungan hukum bagi nasabah Pinjaman Online masih lemah dan konsumen masih banyak dirugikan, karena sanksi terhadap penyelenggara atau Perusahaan Fintech masih sebatas sanksi administratif.
Lihat jawaban lengkap

Bagaimana hukum hutang piutang via online?

Fatwa MUI Mengenai Pinjaman Online dan Upaya Melepas Jerat Rentenir Pemerintah sedang aktif melakukan penertiban terhadap pinjaman online (Pinjol) ilegal, termasuk pihak kepolisian yang melakukan penindakan hukum. Sejumlah pihak yang terlibat dalam pinjol saat ini sedang dilakukan proses hukum.

  1. Selain pihak kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 3.631 pinjol ilegal berhasil ditindak sejak 2018 sampai dengan sekarang.
  2. Fenomena pinjol ilegal di tengah berbagai capaian serta kontribusi industri financial technology (fintech) peer to peer (P2P) legal di Indonesia memang cukup meresahkan.

Hal ini juga menunjukkan realitas di masyarakat kita, kepungan rentenir dalam wujud online mengepung dan menggoda keseharian masyarakat. Apalagi dalam kondisi masyarakat kesulitan ekonomi. Berkenaan dengan maraknya Pinjol yang meresahkan, pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditutup pada Kamis 11 November 2021, menghasilkan beberapa keputusan.

You might be interested:  Kredit Mobil Yang Bisa 6 Tahun?

Ijtima Ulama menetapkan aktivitas pinjaman online haram dikarenakan terdapat unsur riba, memberikan ancaman, dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berutang. MUI menegasakan layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba, hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan. MUI menyebutkan pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, apabila dalam praktiknya penagihan piutang dilakukan dengan memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram. Selain itu bagi orang yang meminjam apabila sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu, hukumnya adalah haram. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh dalam penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Jakarta, Kamis (11/11/2021) menjelaskan adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab). Terkait dengan maraknya aktivitas pinjaman online di masyarakat, MUI merekomendasikan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, Polri, dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat (Antara, 11 November 2021).

Di sisi pihak penyelenggara pinjaman online juga hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. Sedangkan bagi umat Islam, kata Niam, hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah. Fatwa MUI soal pinjol menjadi rujukan bagi umat Islam untuk tidak menggunakan pinjol.

Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah harus aktif menyosialisasikan ke umat Islam, sehingga umat Islam tidak terjerat pinjol. Fatwa MUI menjadi kurang memberikan dampak kemaslahatan bagi umat Islam, jika kalangan yang paham akan lembaga keuangan syariah tidak aktif mengedukasi masyarakat akan layanan pinjol tersebut yang sudah dinyatakan haram.

Dalam realitasnya, maraknya bank keliling menunjukkan umat Islam masih belum bisa terlepas dari praktek pinjaman yang mencekik tersebut selama sistem ekonomi yang berbasis keuangan syraih belum bisa diterapkan secara luas kepada masyarakat. Perlunya edukasi dan sosialisasi ekonomi syariah bagi umat Islam menjadi hal yang harus digencarkan seiring dengan keluarnya fatwa haram soal pinjol ini.

Hal yang menjadi tantangan lembaga keuangan syariah saat ini yakni bagaimana secara masf memberikan pemahaman akan bahaya pinjaman yang tidak bisa didasarkan pada prinsip syariah. Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam menyalurkan zakai infaq dan shodaqoh kepada kalangan yang sedang berhutang atau terjerat rentenir juga harus menjadi perhatian.

Nilai-nilai ekonomi Islam dengan tujuan kemaslahatan harus dibangun dari sistem ekonomi berkeadilan dan saling tolong menolong. Reliatas banyak umat Islam terjerat rentenir tak bisa dipandang sebelah mata, butuh langkah-langkah penanganan yang masif. Apalagi sekarang dengan maraknya pinjol.*** (Maksuni, Praktisi Persa)*** : Fatwa MUI Mengenai Pinjaman Online dan Upaya Melepas Jerat Rentenir
Lihat jawaban lengkap

Apakah peminjam Pinjol Ilegal Bisa Dipidanakan?

Selasa, 5 Juli 2022 18:33 WIB – Undang Undang Yang Mengatur Pinjaman Online Logo OJK. wikipedia.org TEMPO.CO, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan saat ini Indonesia belum memiliki delik pidana untuk menangani perkara fintech tanpa izin atau pinjaman online ilegal ( pinjol ilegal ). Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito menyebutkan pihaknya belum punya instrumen hukum pidana untuk mengkriminalisasi pinjol ilegal secara khusus.

  • Ita tahu perbankan tanpa izin itu pidana.
  • Manajer investasi tanpa izin itu pidana.
  • Tetapi fintech tanpa izin itu belum ada kriminalisasinya atau belum ada deliknya.
  • Ini yang harus ada sehingga nanti jadi domainnya OJK,” kata Sarjito dalam Dialog Industri Financial Series dengan tema ‘Literasi Keuangan dan Perlindungan Konsumen’ yang diselenggarakan Tempo Media pada Selasa, 5 Juli 2022.

Dengan instrumen hukum semacam itu, OJK bisa memidanakan pemberi pinjaman tanpa izin. Adapun dengan produk hukum saat ini, pihak otoritas hanya bisa menjangkau pinjaman online legal yang berada di bawah pengawasannya. “Misalnya ada pinjol legal yang melanggar, kami bisa kenakan sanksi administratif sampai dibekukan izinnya.” Saat ini OJK memiliki Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi yang juga bertugas menindak pinjol ilegal.

  • Namun Sarjito mengatakan satgas ini adalah forum koordinasi yang membutuhkan kerja sama dengan lembaga terkait, salah satunya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
  • OJK sudah sangat dibantu oleh Kominfo.
  • Setiap kali ada yang ilegal, kami rapat sampaikan ke mereka minta ditutup,” tuturnya.

Meski begitu, ia menyadari bahwa pemblokiran pinjol ilegal tidak efektif. Pasalnya, pelaku pinjol ilegal bisa kembali membuat fintech ilegal baru setelah ditutup. Pinjol ilegal juga tumbuh subur karena adanya tingginya permintaan dari masyarakat. Selain waspada, ia meminta masyarakat agar memeriksa juga kemampuan membayar mereka sebelum terjerat pinjol ilegal.
Lihat jawaban lengkap

Apakah pinjaman online bisa dilaporkan?

Kamis, 13 Oktober 2022 13:13 WIB – Undang Undang Yang Mengatur Pinjaman Online Sejumlah tersangka saat gelar barang bukti di Polda Jawa Barat, Bandung, 21 Oktober 2021. Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Barat bersama Polda DIY berhasil membekuk perusahaan pinjaman online PT TII yang tengah beroperasi di sebuah ruko di wilayah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.PT TII menjalankan 24 aplikasi pinjaman online ilegal dan hanya 1 yang terdaftar di OJK.

Polisi menangkap 8 orang tersangka termasuk pucuk pimpinannya yang terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun penjara. TEMPO/Prima Mulia TEMPO.CO, Jakarta – Bisnis pinjaman online atau pinjol belakangan ini kian meresahkan dan mengancam masyarakat. Berbagai modus baru terus bermunculan sehingga masyarakat diharuskan tetap waspada.

Selain itu, dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat untuk melaporkan penyedia pinjol ilegal kepada pihak berwenang sebelum korban semakin meluas. Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional ( BPKN ), Rizal Edy Halim, mengatakan pelaku pinjol ilegal mudah mencari sasaran korban lantaran banyaknya opsi penawaran.

  • Menurut dia, masyarakat perlu lebih jeli dalam mempertimbangkan kewajaran tawaran dari berbagai aspek.
  • Jangan tergiur oleh pinjaman yang sangat besar.
  • Cek apakah logis atau tidak,” kata dia dikutip dari Koran Tempo, Kamis, 6 Oktober 2022.
  • Untuk mengidentifikasi apakah penyedia pinjol berizin atau tidak, masyarakat bisa mengeceknya di laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tautan bit.ly/daftarfintechlendingOJK,

Sebagaimana melansir Instagram resmi OJK, b agi masyarakat yang mengetahui pasti keberadaan pinjol ilegal bisa melaporkannya melalui cara-cara berikut: 1. Lapor ke Satgas Waspada Investasi OJK Sejak 2018 hingga September 2022 lalu, Satgas Waspada Investasi telah memblokir 4.265 penyedian pinjol ilegal.

  1. Bahkan selama selama delapan bulan pertama 2022 saja, ada 71 entitas baru yang diblokir.
  2. Bagi masyarakat yang hendak melaporkan penyedia pinjol ilegal ke OJK dapat mengirim pesan ke email [email protected] atau datang langsung ke kantor OJK.2.
  3. Lapor ke Kepolisian Selain melaporkannya ke pihak OJK melalui Satgas Waspada Investasi, masyarakat yang menemui keberadaan pinjol ilegal juga bisa melapor ke pihak kepolisian.

Sebagai contoh Polda Metro Jaya telah membuka nomor hotline khusus untuk layanan pengaduan korban pinjol melalui WhatsApp atau SMS dengan nomor 081191-110-110.3. Aduan Konten Kominfo Pengaduan pinjol ilegal kepada Kominfo dapat dilakukan dengan mengirim aduan ke email [email protected],
Lihat jawaban lengkap

Apakah masalah hutang piutang Bisa Dipidanakan?

Undang Undang Yang Mengatur Pinjaman Online SOLOPOS.COM – Ilustrasi utang (Okezone.com) Solopos.com, SOLO– Utang piutang atau pinjam meminjam dalam kegiatan usaha merupakan hal lumrah. Utang piutang ini biasanya dituangkan dalam perjanjian kedua belah pihak, yang didalamnya memuat mekanisme pembayaran utang, tenor, bunga, dan langkah yang ditempuh jika salah satu pihak gagal menunaikan kewajiban (wanprestasi).

  1. Dalam dunia bisnis, kegagalan debitur dalam membayar utang sering ditemukan ketika usaha tidak berjalan dengan baik dan mengalami kesulitan keuangan.
  2. Hal ini biasa terjadi dalam perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur (bank).
  3. Namun perjanjian utang piutang juga bisa dilakukan oleh orang pribadi dengan orang pribadi lainnya.
You might be interested:  Apa Bisa Kirim Uang Lewat Indomaret?

Promosi Angkringan Omah Semar Solo: Spot Nongkrong Unik Punya Menu Wedang Jokowi Baca Juga: Tolak Bayar Utang Rp64 Miliar, Berapa Kekayaan Bambang Trihatmodjo? Berjalannya waktu, apabila salah satu pihak mangkir dalam perjanjian utang piutang atau tidak mampu membayar utang sebagaimana diatur kedua belah pihak dalam perjanjian? Apakah pihak yang mangkir bisa dilaporkan ke pihak kepolisian atau dipidana? Dikutip dari hukumonline.com,pada dasarnya tak ada ketentuan yang melarang seseorang untuk melaporkan orang yang tidak membayar utang ke pihak kepolisian.

Membuat laporan atau pengaduan ke polisi adalah hak semua orang, namun belum tentu perkara tersebut dapat naik ke proses peradilan. Namun, dalam Pasal 19 ayat (2) UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana penjara. “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,” demikian bunyi Pasal 19 ayat (2).

Merujuk Pasal 19 ayat (2), walaupun ada laporan yang masuk ke pihak kepolisian terkait sengketa utang piutang, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang. Peran dan integritas penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat sangat diharapkan untuk tidak merusak sistem peradilan yang ada atau dengan memidanakan suatu perbuatan hukum perdata.

Ada pengecualian di mana perkara perdata, seperti uang piutang dapat dituntut secara pidana, namun harus memenuhi beberapa unsur yang diatur dalam Pasal 378 KUHP. Hukum perjanjian adalah suatu perbuatan hukum perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Dalam KUHPer terjemahan Prof.

Subekti, perjanjian didefenisikan “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Secara khusus, mengenai perjanjian utang-piutang sebagai perbuatan pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata.

  1. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu: 1.
  2. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.2.
  3. Ecakapan untuk membuat suatu perikatan.3.
  4. Suatu hal tertentu.4.
  5. Suatu sebab yang halal.
  6. Namun dalam praktiknya, beberapa sengketa utang piutang yang tidak dapat diselesaikan secara musyarawarah justru malah dilaporkan ke pihak kepolisian dengan dasar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Padahal substansi dari tindak pidana penggelapan dan tindak pidana penipuan adalah jelas berbeda dari suatu perjanjian yang merupakan perbuatan hukum perdata. Untuk dapat diproses secara pidana, harus ada perbuatan (actus reus) dan niat jahat (mens rea) dalam terpenuhinya unsur-unsur pasal pidana tersebut.
Lihat jawaban lengkap

Berapa lama Pinjol boleh menagih?

Tenggat Waktu Pinjol Menagih Debitur – Dalam POJK 10/2022, sebagai dasar hukum pinjaman online tidak mengatur secara eksplisit terkait tenggat waktu tagih penyelenggara pinjol ataupun ketentuan bahwa pinjol hanya boleh menagih dalam waktu 90 hari dan selebihnya hangus.

  • Pasal 51 POJK 10/2022 mengatur mengenai level kualitas pendanaan atau kualitas penyaluran dana sekaligus janji jangka waktu pengembalian dana, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet.
  • Redit dikategorikan macet apabila terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau manfaat ekonomi pendanaan yang telah melampaui 90 hari kalender,

Selanjutnya, perlu Anda ketahui bahwa pada dasarnya dalam ketentuan yang dibuat AFPI menetapkan larangan memberikan total bunga dan biaya pinjaman lebih dari suku bunga flat 0.8% per hari. Larangan tersebut disampaikan dalam FAQ Fintech Lending – Otoritas Jasa Keuangan (hal.11), yang berbunyi: Biaya pinjaman diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

  • Jumlah total biaya pinjaman tidak melebihi suku bunga flat 0,8% per hari,
  • Juga adanya ketentuan bahwa jumlah total biaya, biaya keterlambatan, dan seluruh biaya lain maksimum 100% dari nilai prinsipal pinjaman,
  • Etentuan ini wajib diiukuti oleh seluruh penyelenggara yang terdaftar/berizin di OJK.
  • Apabila ada yang melanggar, maka AFPI dapat memberikan sanksi kepada anggotanya yang akan dipertimbangkan OJK dalam pengawasan, termasuk pemberian sanksi kepada penyelenggara Fintech Lending.

Lebih detail, ketentuan terkait bunga pinjaman online tercantum di dalam Lampiran III SK Pengurus AFPI 02/2020 poin A angka 1 huruf (d), (e) dan (f) yang menyatakan bahwa:

Penetapan total bunga, biaya pinjaman dan biaya lain tidak melebihi suku bunga flat 0.8% per hari, Pun biaya keterlambatan seperti denda juga tidak boleh lebih dari 0.8% per hari, Keduanya dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman. Artinya, total bunga, biaya pinjaman, biaya lain dan keterlambatan adalah maksimal 1.6% per hari,Sedangkan untuk pinjaman dengan tenor sampai 24 bulan, maka penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan seluruh biaya lainnya termasuk biaya keterlambatan maksimal 100% dari nilai prinsipal pinjaman. Pinjaman di atas 24 bulan, maka total bunga, biaya lain dan keterlambatan maksimal 100% per tahun,

Sementara itu, apabila debitur tidak membayarkan biaya-biaya tersebut, maka penyelenggara pinjol dapat melakukan penagihan sendiri dalam jangka waktu tertentu. Terkait dengan tenggat waktu penagihan, hal tersebut juga diatur dalam Lampiran III SK Pengurus AFPI 02/2020 poin C angka 3 huruf (d), yang berbunyi: Setiap penyelenggara tidak diperbolehkan melakukan penagihan secara langsung kepada Penerima Pinjaman gagal bayar setelah melewati batas keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman Namun demikian, perlu Anda perhatikan juga bahwa bagi debitur yang gagal bayar lebih dari waktu 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman, maka pihak penyelenggara pinjol boleh menggunakan jasa pihak ketiga perusahaan jasa pelaksanaan penagihan yang telah diakui.

  • Adapun pihak ketiga penyelenggara jasa penagihan tersebut tidak termasuk dalam daftar hitam yang dikeluarkan OJK dan/atau AFPI serta dilarang menggunakan kekerasan fisik maupun mental kepada debitur.
  • Selain melalui jasa penagihan dari pihak ketiga, penyelenggara pinjol juga dapat menunjuk kuasa hukum untuk mengajukan upaya hukum kepada debitur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dapat kami sampaikan bahwa apabila utang di pinjol lewat dari 90 hari, maka penyelenggara pinjol memang dilarang menagih secara langsung. Akan tetapi, bukan berarti utang debitur hangus atau dianggap lunas, melainkan tetap wajib dibayar.

  • Pun, penyelenggara pinjol tetap bisa menagih utang debitur melalui pihak ketiga yang legal.
  • Penting untuk diketahui bahwa terhadap kredit macet, penyelenggara pinjol dapat melaporkan kepada OJK melalui SLIK OJK yang bertujuan untuk identifikasi kualitas debitur atau kolektibilitas.
  • Nantinya, data debitur akan tercatat dalam sistem, sehingga ketika akan mengajukan pinjaman di lembaga keuangan lain yang terdaftar pada OJK, maka debiutr akan dinilai berdasarkan identifikasi kualitas tersebut.

Misalnya terhadap kredit atau pinjaman yang tidak dilunasi dalam jangka waktu lebih dari 90 hari yang dikualifikasikan sebagai kredit macet, maka debitur akan dinilai dari hal tersebut. Baca juga: Pinjaman Online Ilegal Tidak Usah Dibayar, Benarkah? Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini,

You might be interested:  Apa Yang Terjadi Jika Tidak Membayar Pinjaman Online?

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Informasi Keuangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 64/POJK.03/2020 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Informasi Keuangan ; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi,

Referensi :

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia diakses pada Senin, 17 Oktober 2022, pukul 13.21 WIB; FAQ Fintech Lending – Otoritas Jasa Keuangan diakses pada Senin, 17 Oktober 2022, pukul 13.25 WIB; Surat Keputusan Pengurus Perkumpulan Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (“AFPI”) No.002/SK/COC/INT/IV/2020 diakses pada Senin, 17 Oktober 2022, pukul 14.01 WIB; SLIK OJK diakses pada Senin, 17 Oktober 2022, pukul 15.25 WIB;

Lampiran III SK Pengurus AFPI 002/2020 poin C angka 4 huruf (d) dan angka 5 Lampiran III SK Pengurus AFPI 02/2020 poin C angka 4 huruf (c) Pasal 15 ayat (3) huruf c POJK 64/2020 Tags:
Lihat jawaban lengkap

Apa sanksi jika tidak membayar Pinjol legal?

Jangan Coba-coba! Ini Risiko Mengerikan Kalau Nekat Tak Bayar Utang Pinjol Jakarta – Fintech peer to peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) jadi jalan pintas buat masyarakat yang butuh uang cepat. Terlepas dari semua kemudahan yang ditawarkan, perlu diingat bahwa ada risiko gagal bayar.

Apalagi pinjol memiliki tingkat suku bunga lebih tinggi dan tenor cicilan lebih ringkas dibanding pinjaman konvensional. Hal ini membuat debiturnya tidak jarang terjebak jeratan utang hingga tak mampu membayar cicilan. Jika tidak membayar utang pinjol, banyak risiko yang harus ditanggung debitur. Dirangkum detikcom, Minggu (24/7/2022), berikut daftarnya: ADVERTISEMENT SCROLL TO RESUME CONTENT 1.

Masuk Blacklist SLIK OJK Saat mengajukan pinjaman atau kredit, masyarakat biasanya akan diminta melampirkan sejumlah data pribadi seperti KTP, KK, NPWP, serta slip gaji. Jika masih ada tanggungan utang dari pinjol legal yang belum lunas, maka pengajuan tidak akan diterima.

Pasalnya data pribadi telah masuk daftar hitam yang berasal dari BI Checking ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK OJK). Jika sudah begitu, akan membuat kamu tidak bisa lagi mengajukan bantuan dari lembaga keuangan. “Semisal mengajukan permohonan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) atau KPM (Kredit Pemilikan Mobil), itu akan ditolak.

Status blacklist di BI juga bisa berimbas pada tidak diterima bekerja di lembaga keuangan,” kata Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho. Untuk diketahui, SLIK merupakan informasi soal riwayat debitur bank dan lembaga keuangan lain khususnya mengenai status apakah pembayaran kredit nasabah lancar atau tidak.

  1. Catatan itu dikumpulkan dari hasil pertukaran antar bank dan lembaga keuangan yang berisi identitas debitur, agunan, pemilik dan pengurus yang menjadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, riwayat pembayaran cicilan kredit, dan kredit macet.2.
  2. Dikejar-kejar Debt Collector Debitur yang selalu mangkir dari pembayaran pinjol legal pasti akan dikejar-kejar debt collector yang melakukan penagihan langsung ke rumah.

Hal itu akan dilakukan setelah sebelumnya sudah diingatkan melalui SMS, email dan telepon. Jika ini terjadi, maka akan mengganggu aktivitas sehari-hari ditambah rasa stress menghantui karena ketakutan sendiri. Hal itu lah yang dialami narasumber detikcom, sebut saja Wawa (bukan nama sebenarnya) yang berutang di banyak pinjol namun tidak mau membayar.
Lihat jawaban lengkap

Apakah Pinjol boleh menghubungi semua kontak?

Dikutip dari laman www.ojk.go.id, aplikasi pinjaman online legal atau fintech yang memiliki izin dan terdaftar di OJK dilarang mengakses kontak ponsel penggunanya melainkan hanya diizinkan untuk meminta akses kamera, lokasi, dan suara.
Lihat jawaban lengkap

Bolehkah Pinjol ilegal menyebarkan data?

Foto: Infografis/Penawaran Pinjaman Online Ilegal Melalui Whatsapp dan SMS/Arie Pratama Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus penyebaran data oleh pinjaman online (pinjol) ilegal kerap terjadi. Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam Tobing mengingatkan masyarakat jangan mengizinkan platform untuk mengakses data kontak di handphone.

Menurutnya data itulah yang jadi kekuatan pinjol ilegal. Dia memastikan platform yang meminta data kontak HP merupakan perusahaan tidak resmi. Karena platform resmi hanya mengakses tiga hal yakni suara, kamera, dan lokasi. “Oleh karena itu jangan mengizinkan kalau ada aplikasi meminta mengizinkan data kontak HP itu pasti ilegal,” jelas Tongam ditemui pada Warung Waspada Pinjol, Jakarta, Jumat (16/9/2022).

Bagi yang mengizinkan data kontak HPnya diambil, artinya bisa menjadi korban penyebaran data pribadi. Bukan hanya itu, mereka juga bisa mendapatkan teror dan intimidasi. “Bisa jadi penyebaran data pribadi. Teror intimidasi, teman-teman di kontak HP diteror semua,” ungkapnya.

Sementara itu dia juga mengharapkan adanya undang-undang (UU) untuk menjerat pelaku pinjol ilegal secara pidana. Karena selama ini yang ada hanya delik materil. Dia berharap aturan tersebut bisa ada dalam RUU Omnibuslaw Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Pihaknya beserta Otoritas Jasa Keuangan telah mengusulkan ada pasal yang mengatur jerat pidana untuk pelaku pinjol ilegal.

“Kita mengharap di sana ada pasal yang pelaksana pinjol tanpa ijin pidana, tanpa ada korbanpun kita bisa,” kata Tongam. “Kita bisa mengusulkan, OJK mengusulkan mudah-mudahan bisa”. Artikel Selanjutnya
Lihat jawaban lengkap

Bagaimana cara mengatasi Pinjol yang sudah sebar data?

Cara Menghindari Pinjol Sebar Data Pribadi – Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan agar pinjol tidak sembarangan untuk sebar data pribadi Anda. Pertama yang bisa Anda lakukan yakni dengan mengajukan pinjaman online legal. Baca Juga: Terlanjur Terjebak Gagal Bayar Pinjol Harus Bagaimana? Simak Solusinya Berikut Ini Dengan memilih pinjol legal maka Anda dapat mengurangi risiko penyebaran data pribadi nasabah.

  • Arena pada dasarnya pinjol legal harus tunduk pada pengawasan dan ketentuan yang ditetapkan OJK.
  • Adapun OJK sendiri telah menetapkan bahwa Fintech Landung yang terdaftar wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Republik Indonesia sehingga data nasabah relatif aman dan secara langsung bisa diawasi instansi yang berwenang.

Kedua, penting bagi Anda untuk tidak memiliki tunggakan angsuran pinjaman dari pinjol tersebut. Tidak bisa dipungkiri satu hal yang biasa digunakan pinjol kepada nasabah yang gagal bayar adalah ancaman penyebaran data pribadi. Meski penyebaran data tidak dibenarkan, namun tindakan ini masih sering digunakan agar nasabah gagal bayar segera membayar pinjaman.

Maka kembali ke kesadaran masing-masing nasabah untuk segera melunasi angsuran yang telah dipinjam ke pinjol. Ketiga, Anda juga harus melakukan pengaturan akses izin aplikasi pinjaman online di smartphone dengan menonaktifkan semua akses izin termasuk izin kontak, kamera, lokasi, galeri, dan sebagainya.

Dengan cara tersebut Anda dapat mengurangi oknum pinjol untuk menyebarkan data pribadi lebih jauh saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Baca Juga: Terlanjur Terjebak Gagal Bayar Pinjol Harus Bagaimana? Simak Solusinya Berikut Ini Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Lihat jawaban lengkap

Pasal 32 UU ITE tentang apa?

Pasal 32 ayat (1): ‘Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.’
Lihat jawaban lengkap