Pemberi Pinjaman Boleh Untuk Menarik Kembali Barang Yang Dipinjamkan?

Pemberi Pinjaman Boleh Untuk Menarik Kembali Barang Yang Dipinjamkan
Hukum Meminjam Barang Tanpa Imbalan. Foto ilustrasi: Warga saat akan meminjam sepeda dengan layanan bike sharing di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (6/11). Foto: Republika/Putra M. Akbar Peminjam wajib mengembalikan dan menanggung kerusakan barang yang dipinjamnya.

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH – Anas menceritakan sebuah peristiwa. Suatu saat di Madinah warga merasakan suasana ketakutan akan kedatangan musuh. Rasul bergegas untuk melihat keadaan atas kemungkinan datangnya musuh. Kepada Abu Thalhah ia meminjam kuda bernama al-Mandub dan memacunya untuk mengawasi keadaan.

Setelah kembali, beliau mengabarkan tak ada sesuatu yang mencurigakan. “Yang kami temukan hanyalah kuda yang berlari kencang,” jelasnya. Ulama terkenal Sayyid Sabiq mengatakan, meminjamkan kuda seperti yang dilakukan oleh Thalhah yang disebut dengan istilah ariyah merupakan sebuah bentuk kebajikan.

Ebajikan seperti itu, tentunya tolong-menolong dalam kebaikan dianjurkan dalam Islam. Muslim memperoleh perintah dari Allah SWT melalui kitab suci untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan dan tidak saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Menurut pakar fikih, ariyah ialah bentuk peminjaman barang dengan izin pemilik kepada orang lain untuk mengambil manfaat barang itu tanpa imbalan.

Akad peminjaman, ujar Sabiq, berlaku dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan makna meminjam. Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengatakan, ada beberapa syarat berlangsungnya ariyah. Orang yang meminjamkan benar-benar pemilik yang berhak memberikan pinjaman kepada orang lain.

Barang yang dipinjamkan, dapat diambil manfaatnya tanpa mengalami perubahan. Manfaat dari barang yang dipinjamkan, kata dia, tak bertentangan dengan ajaran agama. Menurut Abu Hanifah dan Malik, peminjam boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya kepada orang lain walaupun pemiliknya tidak mengizinkannya.

Asal barang tersebut tak mengalami perubahan. Ulama yang menganut Mazhab Hanbali berpandangan, waktu kesepakatan peminjaman suatu barang telah terjadi, si peminjam boleh memanfaatkannya sendiri barang yang dipinjamnya atau bisa juga oleh orang lain yang menduduki posisinya sebagai peminjam.

Mereka berbeda pendapat dengan Abu Hanifah dan Malik, sebab mereka tak mengizinkan peminjam meminjamkan atau menyewakan barang yang dipinjamnya kepada orang lain tanpa izin dari pemilik barang. Bila terjadi dan barang itu rusak di tangan peminjam kedua, pemilik boleh meminta ganti rugi. Tuntutan ganti rugi bisa dilayangkan kepada peminjam kepada siapa pun di antara keduanya.

Ulama Mazhab Hanbali mengatakan, tanggung jawab untuk mengganti barang yang rusak ada pada diri peminjam kedua. Alasannya, di tangannyalah barang yang dipinjam itu rusak. Sementara itu, orang yang memberi pinjaman alias pemilik barang, ujar Sabiq, dapat mengambil barangnya kapan saja selama tak menyulitkan peminjam.

Seandainya langkahnya itu menyulitkan, mestinya pengambilan barang ditunda hingga kesulitan sirna. Sayyid Sabiq menambahkan, suatu barang yang bermanfaat bagi orang yang meminjam dan tak merugikan peminjam maka peminjam mestinya mengizinkan barangnya dipinjam. Saat peminjam menolak, hakim diminta bantuannya untuk memaksanya.

Kasus ini pernah terjadi. Dhahhak bin Qais membuat saluran air dan ingin agar melewati tanah Muhammad bin Masalamah. Sayangnya, Muhammad melarangnya. Dhahhak menanyakan hal ini kepada Muhammad padahal saluran air itu juga mengaliri tanah Muhammad. Bukan kerugian yang dia terima.

  1. Muhammad tetap tak bersedia dan membuat Dhahhak mengadukan peristiwa ini kepada Umar bin Khattab.
  2. Tetap saja Muhammad menolak tetapi Umar bersikeras dengan pendapatnya.
  3. Akhirnya, saluran air Dhahhak melewati tanah Muhammad bin Maslamah.
  4. Selanjutnya, peminjam wajib mengembalikan barang yang dipinjamnya setelah selesai mengambil manfaatnya.

Abu Umamah mengisahkan bahwa Rasulullah pernah menyatakan, “Pinjaman harus dikembalikan.” Demikian hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Turmudzi. Di samping itu, peminjam yang telah menerima barang yang dipinjam dari pemiliknya dituntut bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi terlepas apakah disebabkan kelalaian atau bukan.
Lihat jawaban lengkap

Kapan barang pinjaman harus dikembalikan?

Kapan Barang Pinjaman Wajib Dikembalikan? merusak barang pinjaman BincangSyariah.Com – Jika kita meminjam barang pinjaman, baik berupa buku, pakaian, uang, dan lainnya, maka kita wajib mengembalikan kepada pemiliknya. Namun, kapan barang pinjaman wajib dikembalikan? Terkait waktu kapan barang pinjaman wajib dikemabalikan, Dr.

  1. Mustafa Bugha dan Mustafa al-Khin telah menjelaskan dalam kitabnya al-Fiqhul Manhaji berikut; Pertama, jika mu’ir atau orang yang meminjami meminta barang pinjaman untuk dikembalikan, meskipun waktu peminjaman yang telah disepakati antara mu’ir dan musta’ir belum habis.
  2. Hal ini karena sifat akad ‘ariyah tidak mengikat kepada mu’ir sehingga dia berhak meminta barang pinjaman untuk dikembalikan dan memutus kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun tanpa sepengetahuan dan izin dari musta’ir atau orang yang meminjam.

Kedua, setelah batas waktu peminjaman yang telah disepakati telah habis. Musta’ir wajib mengembalikan barang pinjaman setelah masa peminjaman telah habis. Jika waktu peminjaman telah habis dan dia tetap ingin menggunakan barang pinjaman, maka dia harus memberitahu dan minta izin lagi kepada mu’ir atau orang yang meminjami.

  1. Jika tidak minta izin lagi, maka dia berdosa karena telah memanfaatkan barang orang lain tanpa izin.
  2. Etiga, jika salah satu dari mu’ir atau musta’ir mengalami kegilaan.
  3. Hal ini karena salah satu syarat sah menjadi mu’ir atau musta’ir adalah keduanya berhak memanfaatkan barang pinjaman tanpa ada yang menghalangi.
You might be interested:  Jumlah Kredit Yang Tidak Tertagih Dalam Istilah Perbankan Disebut?

Sementara kegilaan menghalangi keduanya untuk memanfaatkan barang pinjaman. Karena itu, jika mu’ir gila, maka musta’ir wajib mengembalikan barang pinjaman. Begitu juga jika musta’ir gila, maka ahli warisnya wajib mengembalikan barang pinjaman kepada mu’ir.

Keempat, salah satu di antara mu’ir dan musta’ir meninggal dunia. Jika mu’ir yang meninggal, maka musta’ir wajib mengembalikan barang pinjaman kepada ahli waris mu’ir. Sebaliknya, jika musta’ir meninggal, maka ahli warisnya wajib mengembalikan barang pinjaman kepada mu’ir. Kelima, salah satu dari mu’ir dan musta’ir mengalami safah atau kebodohan.

Kebodohan menghalangi mu’ir untuk memberi manfaat kepada orang lain dari barang miliknya, dan menghalangi musta’ir untuk mengambil manfaat dari barang milik orang lain. Keenam, mu’ir mengalami kebangkrutan sehingga memiliki tanggungan hutang yang wajib dibayar.
Lihat jawaban lengkap

Bolehkah orang yang meminjam barang kemudian meminjamkan barang tersebut ke orang lain?

Hukum Barang Pinjaman Tapi Dipinjamkan Lagi Ke Orang Lain dipinjamkan lagi ke orang lain BincangSyariah.Com – Dalam Islam, kita diperbolehkan untuk meminjam barang kepada orang lain untuk kita gunakan manfaatnya. Misalnya, kita meminjam bolpen untuk kita gunakan menulis, dan lain sebagainya.

Namun bagaimana jika kita meminjam barang namun barang tersebut dipinjamkan lagi ke orang lain, apakah boleh? Menurut para ulama, jika kita meminjam barang kepada orang lain, maka kita tidak diperbolehkan meminjamkan barang pinjaman tersebut kepada orang lain. Kita tidak kita tidak diperbolehkan meminjamkan barang pinjaman kepada orang lain kecuali ada izin dari pemilik barang.

Jika ada izin dari pemilik barang, maka barang tersebut boleh dipinjamkan lagi ke orang lain.

  • Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Syaikh Zainudin Al-Malibari dalam kitab berikut;
  • ولا يجوز لمستعير إعارة عين مستعارة بلا إذن معير، وله إنابة من يستوفي المنفعة له، كأن يركب دابة استعارها للركوب من هو مثله أو دونه لحاجته
  • Artinya:

Tidak boleh bagi peminjam meminjamkan barang yang dipinjam tanpa seizin orang yang meminjami (pemilik barang). Bagi peminjam boleh menggantikan orang yang bisa menggunakan manfaat barang pinjaman. Misalnya, dia menggantikan orang lain untuk membawa kendaraan pinjaman dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

  1. Dalam kitab Minhajut Thalibin juga disebutkan sebagai berikut;
  2. فيعير مستأجر لا مستعير على الصحيح وله أن يستنيب من يستوفي المنفعة له
  3. Artinya:

Penyewa boleh meminjamkan sementara peminjam tidak boleh, menurut pendapat yang shahih. Namun demikian, peminjam boleh meminta seseorang untuk menggantikannya untuk memenuhi manfaat barang pinjaman padanya. Salah satu alasan mengapa barang pinjaman tidak boleh dipinjamkan adalah karena peminjam bukan pemilik barang.

  • Peminjam hanya berhak menggunakan manfaat dari barang yang dipinjam.
  • Barang pinjaman sepenuhnya berada di kekuasan pemilik barang.
  • Arena itu, jika peminjam ingin meminjamkan barang yang dipinjam, dia harus terlebih dahulu minta izin pada pemilik barang.
  • Terkait masalah ini, Syaikh Abu Bakar Syatha sudah menjelaskan dalam kitab sebagai berikut; ولا يجوز لمستعير إعارة عين أي لأنه لا يملكها وإنما يملك أن ينتفع بها Tidak boleh bagi peminjam meminjamkan barang pinjaman.

Hal ini karena dia tidak memiliki barang pinjaman tersebut. Dia hanya boleh mengambil manfaat dari barang pinjaman. : Hukum Barang Pinjaman Tapi Dipinjamkan Lagi Ke Orang Lain
Lihat jawaban lengkap

Apakah peminjam barang wajib mengganti barang pinjaman bila mengalami kerusakan?

Jika barang pinjaman rusak di tangan peminjam, maka dia wajib menggantinya, baik rusak karena alamiah atau karena perbuatan peminjam sendiri, dengan sembrono atau tidak sembrono.
Lihat jawaban lengkap

Apa hak peminjam terhadap barang yang dipinjam?

Hak dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam dari pemeberi pinjaman. Kewajiban pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang diperpinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Lihat jawaban lengkap

Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ariyah muqayyad?

Ariyah Muqayyadah – Ariyah muqayyadah adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik disyaratkan oleh kedua orang yang berakad maupun salah satunya. Oleh karena itu, peminjam harus menjaga barang dengan baik, merawat, dan mengembalikannya sesuai dengan perjanjian.
Lihat jawaban lengkap

Siapa yang menanggung biaya apabila pengembalian barang pinjam memerlukan biaya?

apabila barang pinjaman memerlukan ongkos angkutan atau biaya perawatan maka biaya tersebut di Jawaban: Jika barang pinjaman diminta ongkos angkutan atau biaya perawatan, maka biaya tersebut ditanggung oleh peminjam. : apabila barang pinjaman memerlukan ongkos angkutan atau biaya perawatan maka biaya tersebut di
Lihat jawaban lengkap

Pendapat ulama ketika terjadi kerusakan terhadap barang yang dipinjam apakah peminjam wajib bertanggung jawab?

Hukum Meminjam Barang Tanpa Imbalan. Foto ilustrasi: Warga saat akan meminjam sepeda dengan layanan bike sharing di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Selasa (6/11). Foto: Republika/Putra M. Akbar Peminjam wajib mengembalikan dan menanggung kerusakan barang yang dipinjamnya.

  1. REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH – Anas menceritakan sebuah peristiwa.
  2. Suatu saat di Madinah warga merasakan suasana ketakutan akan kedatangan musuh.
  3. Rasul bergegas untuk melihat keadaan atas kemungkinan datangnya musuh.
  4. Epada Abu Thalhah ia meminjam kuda bernama al-Mandub dan memacunya untuk mengawasi keadaan.
You might be interested:  Apa Saja Perbedaan Pembelian Barang Secara Kredit Dengan Tunai?

Setelah kembali, beliau mengabarkan tak ada sesuatu yang mencurigakan. “Yang kami temukan hanyalah kuda yang berlari kencang,” jelasnya. Ulama terkenal Sayyid Sabiq mengatakan, meminjamkan kuda seperti yang dilakukan oleh Thalhah yang disebut dengan istilah ariyah merupakan sebuah bentuk kebajikan.

Ebajikan seperti itu, tentunya tolong-menolong dalam kebaikan dianjurkan dalam Islam. Muslim memperoleh perintah dari Allah SWT melalui kitab suci untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan dan tidak saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Menurut pakar fikih, ariyah ialah bentuk peminjaman barang dengan izin pemilik kepada orang lain untuk mengambil manfaat barang itu tanpa imbalan.

Akad peminjaman, ujar Sabiq, berlaku dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan makna meminjam. Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah mengatakan, ada beberapa syarat berlangsungnya ariyah. Orang yang meminjamkan benar-benar pemilik yang berhak memberikan pinjaman kepada orang lain.

  1. Barang yang dipinjamkan, dapat diambil manfaatnya tanpa mengalami perubahan.
  2. Manfaat dari barang yang dipinjamkan, kata dia, tak bertentangan dengan ajaran agama.
  3. Menurut Abu Hanifah dan Malik, peminjam boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya kepada orang lain walaupun pemiliknya tidak mengizinkannya.

Asal barang tersebut tak mengalami perubahan. Ulama yang menganut Mazhab Hanbali berpandangan, waktu kesepakatan peminjaman suatu barang telah terjadi, si peminjam boleh memanfaatkannya sendiri barang yang dipinjamnya atau bisa juga oleh orang lain yang menduduki posisinya sebagai peminjam.

Mereka berbeda pendapat dengan Abu Hanifah dan Malik, sebab mereka tak mengizinkan peminjam meminjamkan atau menyewakan barang yang dipinjamnya kepada orang lain tanpa izin dari pemilik barang. Bila terjadi dan barang itu rusak di tangan peminjam kedua, pemilik boleh meminta ganti rugi. Tuntutan ganti rugi bisa dilayangkan kepada peminjam kepada siapa pun di antara keduanya.

Ulama Mazhab Hanbali mengatakan, tanggung jawab untuk mengganti barang yang rusak ada pada diri peminjam kedua. Alasannya, di tangannyalah barang yang dipinjam itu rusak. Sementara itu, orang yang memberi pinjaman alias pemilik barang, ujar Sabiq, dapat mengambil barangnya kapan saja selama tak menyulitkan peminjam.

  • Seandainya langkahnya itu menyulitkan, mestinya pengambilan barang ditunda hingga kesulitan sirna.
  • Sayyid Sabiq menambahkan, suatu barang yang bermanfaat bagi orang yang meminjam dan tak merugikan peminjam maka peminjam mestinya mengizinkan barangnya dipinjam.
  • Saat peminjam menolak, hakim diminta bantuannya untuk memaksanya.

Kasus ini pernah terjadi. Dhahhak bin Qais membuat saluran air dan ingin agar melewati tanah Muhammad bin Masalamah. Sayangnya, Muhammad melarangnya. Dhahhak menanyakan hal ini kepada Muhammad padahal saluran air itu juga mengaliri tanah Muhammad. Bukan kerugian yang dia terima.

Muhammad tetap tak bersedia dan membuat Dhahhak mengadukan peristiwa ini kepada Umar bin Khattab. Tetap saja Muhammad menolak tetapi Umar bersikeras dengan pendapatnya. Akhirnya, saluran air Dhahhak melewati tanah Muhammad bin Maslamah. Selanjutnya, peminjam wajib mengembalikan barang yang dipinjamnya setelah selesai mengambil manfaatnya.

Abu Umamah mengisahkan bahwa Rasulullah pernah menyatakan, “Pinjaman harus dikembalikan.” Demikian hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Turmudzi. Di samping itu, peminjam yang telah menerima barang yang dipinjam dari pemiliknya dituntut bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi terlepas apakah disebabkan kelalaian atau bukan.
Lihat jawaban lengkap

Apa tanggung jawab dari peminjam?

Beranda Klinik Perdata Tanggung Jawab Tetan.

Perdata Tanggung Jawab Tetan.

Perdata Rabu, 21 Januari 2015 Pemberi Pinjaman Boleh Untuk Menarik Kembali Barang Yang Dipinjamkan Suatu hari ada tetangga (T) yang meminjam motor saya, kemudian saya meminjamkannya. Entah disengaja atau tidak, ketika dalam perjalanan dengan menggunakan motor saya, si T mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan parah di motor saya, tetapi si T tidak mau bertanggung jawab.

  1. T mengatakan itu musibah murni dan intinya dia tidak mau mengganti kerusakan motor saya.
  2. Dalam hukum pidana buku kedua Bab XXVII tentang menghancurkan atau merusakkan barang jika dikasuskan si pelaku bisa saja membayar 4.500 rupiah, sedangkan jika dihitung kerugian kerusakan motor saya mencapai 4jutaan, bagaimana solusi untuk masalah ini? Mohon kesediaannya untuk menjawab (saya sangat membutuhkan solusi dari rekan-rekan semua).

Terima kasih. Intisari: Pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan kepada korban kecelakaan. Sedangkan si pemilik motor dapat meminta ganti kerugian dengan melakukan gugatan wanprestasi karena pinjam pakai merupakan perjanjian.

Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Untuk menjawab pertanyaan Anda soal kecelakaan lalu lintas yang menimpa tetangga Anda, kami akan menjawab dari segi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), Berdasarkan keterangan Anda soal kerusakan sepeda motor, maka berdasarkan UU LLAJ, kecelakaan itu digolongkan sebagai kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana disebut dalam Pasal 229 ayat (2), (3), dan (4) UU LLAJ: a.

Kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.b. Kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.c. Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang (kecelakaan ringan), maka berdasarkan Pasal 310 ayat (1) UU LLAJ ia dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

You might be interested:  Identifikasikan Yang Termasuk Fungsi Asli Uang?

Oleh karena itu, perlu dilihat kembali apakah kecelakaan ringan yang mengakibatkan kerusakan sepeda motor Anda tersebut merupakan kelalaian tetangga Anda atau bukan. Jika memang tetangga Anda yang menyebabkan kecelakaan tersebut, maka tetangga Anda wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan (penggantian ini untuk korban).

Demikian yang diatur dalam Pasal 236 ayat (1) UU LLAJ. Akan tetapi, karena peristiwa ini tergolong kecelakaan lalu lintas ringan yang terdapat dalam Pasal 229 ayat (1) UU LLAJ, maka kewajiban ganti kerugiannya dapat dilakukan di luar pengadilan, yakni dengan jalan damai, Melihat pada ketentuan UU LLAJ, maka pengaturan mengenai penggantian kerugian tersebut tidak dapat Anda gunakan untuk meminta ganti rugi kepada tetangga Anda.

Selain itu, Anda juga tidak dapat menggunakan Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang tindak pidana perusakan seperti yang Anda sebutkan karena unsur penting dalam tindak pidana perusakan adalah unsur adanya kesengajaan dari pelaku, yang mana kejadian ini merupakan kecelakaan lalu lintas, yakni suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana perusakan dapat Anda simak dalam artikel Jerat Pidana untuk Pencoret Mobil Orang Lain, Akan tetapi, karena dalam hal ini Anda meminjamkan barang Anda kepada tetangga Anda, maka terciptalah hubungan hukum pinjam pakai sebagaimana diatur dalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) : ” Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.

” Pada dasarnya seseorang yang meminjam barang orang lain wajib memelihara barang itu sebagaimana diatur dalam Pasal 1744 KUHPer : ” Barangsiapa menerima suatu barang yang dipinjam wajib memelihara barang itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, Ia tidak boleh menggunakan barang itu selain untuk maksud pemakaian yang sesuai dengan sifatnya, atau untuk kepentingan yang telah ditentukan dalam perjanjian.

  • Bila menyimpang da ri larangan ini, peminjam dapat dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, kalau ada alasan untuk itu.
  • Jika peminjam memakai barang itu untuk suatu tujuan lain atau lebih lama dan yang semestinya, maka wajiblah ia bertanggung jawab atas musnahnya barang itu sekalipun musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak disengaja.

” Peminjam bertanggung jawab atas musnahnya barang yang dipinjam jika barang pinjaman itu musnah karena suatu peristiwa yang tidak disengaja, sedang hal itu dapat dihindarkan oleh peminjam dengan jalan memakai barang kepunyaan sendiri atau jika peminjam tidak mempedulikan barang pinjaman sewaktu terjadinya peristiwa tersebut, sedangkan barang kepunyaannya sendiri diselamatkannya ( Pasal 1745 KUHPer ).

Selain itu, peminjam juga bertanggung jawab atas musnahnya barang tersebut jika barang itu telah ditaksir harganya pada waktu dipinjamkan meskipun musnahnya barang tersebut terjadi karena peristiwa yang tak disengaja, kecuali kalau telah dijanjikan sebaliknya ( Pasal 1746 KUHPer ). Oleh karena itu, harus dilihat kembali apakah tetangga Anda sebenarnya bisa menggunakan motornya sendiri daripada menggunakan motor Anda.

Jika sebenarnya ia bisa menggunakan motornya sendiri, maka ketentuan dalam Pasal 1745 berlaku. Yang mana berarti ia dapat dimintai pertanggungjawabannya untuk memberikan Anda ganti rugi. Anda dapat melakukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi karena pinjam pakai itu sendiri adalah sebuah perjanjian.
Lihat jawaban lengkap

Kapan pinjam meminjam dikatakan hukumnya makruh?

1.Hukum pinjam-meminjam menjadimakruh apabila,a. digunakan untuk kemaksiatanb. peminjam sangat

Jawaban: c. digunakan untuk hal yang sia2 Penjelasan:

Menurut Hanafiyyah dan Syafiiyyah, pinjam-meminjam hukumnya bisa menjadi makruh, jika berdampak pada hal yang makruh. Seperti meminjamkan hamba sahaya untuk bekerja kepada seorang kafir. Ariyahjuga bisa menjadi haram jika berdampak pada perbuatan yang dilarang.
Lihat jawaban lengkap

Apa saja kewajiban bagi orang yang meminjam itu Sebutkan 3?

Jawaban: mengembalikan pinjaman tepat waktu. membayar pinjaman sesuai dengan yang telah disepakati. tidak menunda-nunda waktu pengembalian barang pinjaman.
Lihat jawaban lengkap

Bolehkah meminjam barang memanfaatkan barang yang dipinjam?

Peminjam boleh memanfaatkan barang yang dipinjam asalkan barang yang dipinjam tersebut dikembalikan dalam keadaan utuh.Karena sikap tidak mau meminjamkan adalah salah satu bentuk kikir (pelit). Kikir adalah sikap yang dilarang oleh agama Islam, karena agama Islam menjunjung tinggi nilai tolong menolong.Hukum asal pinjam meminjam adalah sunah. Tetapi dapat menjadi wajib misalnya meminjamkan kendaraan untuk mengantarkan orang yang sedang sekarat, jika tidak dipinjamkan nyawa seseorang akan hilang. Hukum pinjam meminjam juga dapat menjadi haram misalnya meminjamkan kendaraan untuk membantu proses perampokan bank. Seorang peminjam barang tidak boleh meperlakukan barang yang dipinjam sesuka hatinya. Tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Misalnya saja dalam meminjam buku, peminjam tidak boleh sembarangan melipat halaman dalam buku tersebut.Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan lemah. Oleh karena itu dalam hidupnya, seorang manusia pasti membutuhkan manusia lainnya, maka disebutlah manusia adalah makhluk sosial, Hal inilah yang menjadikan manusia tidak bisa terlepas dari meminjam sesuatu kepada manusia lainnya.

Lihat jawaban lengkap