Jenis-Jenis Jaminan Kredit untuk Pinjaman Kecil – Pada bagian ini, kita akan fokus mengulas jenis jaminan kredit untuk pinjaman yang nilainya kecil. Maka jenis jaminan kredit yang diajukan cukup menyesuaikan. Biasanya, pinjaman ini diajukan untuk kebutuhan yang lebih kecil. Orang yang mengajukan pinjaman bisa dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, petani, nelayan dan lain sebagainya.
Lihat jawaban lengkap
Contents
Jelaskan yang dimaksud dengan jaminan kredit dan apa saja yang dapat dijadikan jaminan kredit?
Sobat Sikapi, pernahkah kamu memanfaatkan produk kredit atau pembiayaan di bank yang mengharuskan untuk menjaminkan aset berharga yang dimiliki? Nah, jaminan dimaksud dikenal juga dengan agunan, apabila nilai agunan Sobat tidak memenuhi persyaratan maupun ketentuan maka pengajuan kredit Sobat kemungkinan tidak bisa disetujui oleh bank.
Agunan menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Pada prinsipnya, jaminan kredit adalah kelayakan usaha berupa arus uang usaha peminjam, namun ada kalanya bank membutuhkan agunan berupa aset untuk lebih meningkatkan keyakinan dari pihak bank.
Agunan ini memiliki fungsi sebagai alat pengaman atau alat untuk mengurangi risiko akhir atau bisa juga sebagai fasilitas yang diberikan kreditur (pemberi pinjaman) kepada debitur (peminjam) yang mengalami wanprestasi atau gagal memenuhi kewajiban pembayaran.
Punya nilai ekonomis yaitu dalam pengertian dapat dinilai dengan uang dan dapat diuangkan, Kepemilikannya dapat dipindahtangankan dengan mudah, Dapat dimiliki secara keseluruha n berdasarkan hukum dimana pemberi pinjaman punya hak untuk melikuidasi jaminan tersebut,
Nah, jika Sobat ingin mengajukan kredit /pembiayaan di bank, jenis-jenis barang atau aset ini bisa Sobat jadikan sebagai agunan : 1. Agunan Berwujud Agunan berwujud sendiri dibagi menjadi dua bagian, yakni agunan bergerak dan agunan tidak bergerak. Contoh agunan bergerak adalah kendaraan bermotor seperti mobil, motor, kapal, dan lainnya,
- Sedangkan agunan tidak bergerak adalah tanah, properti, logam mulia, mesin pabrik, persediaan barang, hasil kebun atau ternak, dan lainnya,2.
- Agunan Tidak Berwujud Contoh dari agunan tidak berwujud ini adalah hak paten, hakbkekayaan intelektual, surat berharga, obligasi, deposito, dan lainnya,
- Proses pengembalian agunan ini juga sangat sederhana, karena agunan tersebut akan diberikan kembali kepada peminjam ketika periode kredit/pembiayaan di bank telah lunas/ selesai,
Namun jika Sobat tidak dapat melunasi kewajiban ketika memperoleh kredit/pembiayaan, maka agunan itu tentu saja akan disita dan berpindah tangan menjadi milik bank. Perhatikan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan oleh Sobat ketika akan mengajukan kredit/pembiayaan agar tidak wanprestasi (macet) diantaranya adalah jangka waktunya, besaran angsuran (dipastikan tidak melebihi 30% dari jumlah pendapatan per bulan), jumlah penghasilan/pendapatan, besaran nilai jaminan, tingkat suku bunga/bagi hasilnya.
Jaga reputasi yang baik dengan selalu disiplin dalam membayar angsuran secara tepat waktu. Jadi, Sobat harus bijak dalam memanfaatkan produk kredit/pembiayaan dan gunakanlah untuk sesuatu yang sifatnya produktif (menghasilkan) sehingga tambahan dana tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kedepannya.
Sumber: Seri Literasi Keuangan tingkat Perguruan Tinggi; Buku 2 Perbankan Undang-Undang No.10 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan https://www.wartaekonomi.co.id/read287232/apa-itu-agunan https://accurate.id/ekonomi-keuangan/agunan-adalah/ https://www.ukmindonesia.id/baca-artikel/249
Lihat jawaban lengkap
5 Apakah dalam pemberian kredit oleh bank wajib harus ada jaminan?
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jaminan tidak merupakan syarat mutlak, karena itu ketentuan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memungkinkan untuk memberikan kredit tanpa jaminan.
Lihat jawaban lengkap
Apakah semua benda bisa dijadikan jaminan?
Apakah semua benda dapat dijadikan jaminan utang? Mengenai apakah semua benda dapat dijadikan jaminan utang, hal itu bergantung pada lembaga jaminan apa yang dipergunakan untuk menjaminkan benda tersebut. Berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), semua kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
- Ini dinamakan jaminan umum.
- Jaminan itu sendiri dibagi menjadi 2 (dua), yaitu jaminan umum ( Pasal 1131 KUHPer ) dan jaminan khusus.
- Jaminan khusus ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu jaminan kebendaan ( Pasal 1131 KUHPer ) dan jaminan perorangan ( Pasal 1820 – Pasal 1850 KUHPer ).
- Pasal 1133 KUHPer Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai dan pada hipotek.
Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam Bab 20 dan 21 buku ini. Mengenai benda yang dijadikan jaminan utang, maka kita akan membicarakan mengenai jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan ada 4 (empat) yaitu: 1. Gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPer ; 2.
- Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”) serta peraturan-peraturan pelaksananya; 3.
- Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) serta peraturan-peraturan pelaksananya; 4.
Hipotik Kapal yang diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPer serta Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”), serta peraturan-peraturan pelaksananya; 5. Resi Gudang yang diatur dalam Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2011 (“UU Resi Gudang”) serta peraturan-peraturan pelaksananya.
- Dalam gadai, benda yang dapat dijadikan jaminan utang adalah barang bergerak dan piutang-piutang atas bawa, yang telah ada pada saat penjaminan tersebut dilakukan ( Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUHPer ).
- Ini karena berdasarkan Pasal 1152 KUHPer, benda yang digadaikan harus diletakkan di bawah kekuasaan si berpiutang atau pihak ketiga yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Ini berarti tidak mungkin barang tersebut barang yang akan ada di kemudian hari. Benda yang dapat dijadikan jaminan dalam fidusia adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU Hak Tanggungan ( Pasal 1 angka 2 UU Fidusia ).
Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak begerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek ( Pasal 1 angka 4 UU Fidusia ). Selain itu jaminan fidusia juga dapat berupa benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian ( Pasal 9 UU Fidusia ).
Jaminan fidusia juga meliputi hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, serta meliputi juga klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan ( Pasal 10 UU Fidusia ). Mengenai benda yang dapat dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan, adalah hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
- Lebih lanjut dalam Pasal 4 dan Pasal 27 UU Hak Tanggungan diuraikan hak-hak atas tanah tersebut, yaitu: a.
- Hak Milik; b.
- Hak Guna Usaha; c.
- Hak Guna Bangunan; d.
- Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan; e.
- Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Sedangkan untuk hipotek, saat ini yang dapat dijadikan objek adalah kapal. Ini karena tanah yang dahulu dijaminkan dengan hipotek telah dijaminkan dengan Hak Tanggungan sejak adanya UU Hak Tanggungan. Try Widiyono, S.H., M.H., Sp.N., dalam bukunya yang berjudul Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, mengatakan bahwa Pasal 1162 KUHPer memberikan batasan tentang hipotek, yaitu suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Kapal dengan bobot 7 (tujuh) ton ke atas atau isi 20 m 3 termasuk benda tidak bergerak. Sedangkan dalam resi gudang, yang dijadikan objek jaminan adalah resi gudang ( Pasal 1 angka 9, Pasal 4, Pasal 12 – Pasal 16 UU Resi Gudang ). Resi Gudang itu sendiri adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang ( Pasal 1 angka 2 UU Resi Gudang ).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah ; 3. Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ; 4.
Lihat jawaban lengkap
Apakah piutang bisa dijadikan jaminan di bank?
Dalam praktek perjanjian kredit dan jaminan perbankan, piutang dapat dijadikan sebagai obyek jaminan, lembaga jaminan yang mengatur adalah lembaga jaminan gadai dan jaminan fidusia. Obyek jaminan gadai dan fidusia adalah meliputi benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud yang dapat berupa piutang.
Lihat jawaban lengkap
Apakah pakaian bisa digadaikan?
Barang-Barang Branded – Tas, sepatu, pakaian, jam tangan, dan kacamata yang diproduksi oleh brand ternama juga dapat digadaikan jika sudah tidak tahu ingin menggadaikan apalagi untuk memperoleh uang.
Baca Juga: 5 Keuntungan Gadai Zaman Now saat Butuh Uang Cepat
Lihat jawaban lengkap
Apa saja objek jaminan gadai Jelaskan dan berikan contoh?
Dalam kehidupan sehari-hari kita mungkin pernah berhubungan dengan lembaga utang-piutang. Saat kita membuat utang biasanya kita diminta untuk menyerahkan jaminan. Sesuai namanya, jaminan ini akan digunakan untuk menjamin bahwa kita akan menyelesaikan kewajiban pembayaran utang.
Gadai
Bila kita tidak menyelesaikan pembayaran utang maka besar kemungkinan jaminan yang sudah kita serahkan akan dieksekusi. Sebenarnya, ada berapa jenis jaminan yang diakui oleh hukum di Indonesia? Berikut penjelasan mengenai macam-macam jaminan kebendaan Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
(Pasal 1150 KUHPerdata) Objek dari gadai berupa benda bergerak yang terdiri dari benda berwujud (seperti perhiasan) dan benda yang tidak berwujud (berupa hak untuk mendapatkan pembayaran uang misalnya surat-surat piutang). Dalam hal ini, pihak yang menerima gadai dapat mengusai benda yang menjadi objek gadai.
Eksekusi terhadap gadai dapat dilakukan berdasarkan dua alternatif sesuai ketentuan Pasal 1155 dan 1156 KUHPerdata. Yaitu intinya: dapat dilakukan eksekusi langsung atau harus meminta putusan pengadilan terlebih dulu. Penjelasan lebih lanjut silakan baca artikel ini.
Fidusia
Fidusia diatur dalam UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia. Pengertian fidusia dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 UU 42/1999, yaitu: Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
- Pelaksanaan titel eksekutorial yaitu hak penerima fidusia untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri;
- Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
- Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima Fidusia. Cara ini dapat dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.
Hipotik
Diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPer serta Undang-Undang No.17/2008 tentang Pelayaran. Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dalam hipotek yang menjadi objek adalah kapal dengan isi 20 m3.
Hak Tanggungan
Diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Lihat jawaban lengkap
BPJS termasuk jaminan apa?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat; b. bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta; c. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan sosial. 2. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. 3. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial. 4. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 5. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya. 6. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. 7. Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial. 8. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. 9. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 10. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 11. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional. 12. Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang bertugas melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial. 13. Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas, tujuan, dan prinsip BPJS, serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. 14. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 2 BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas: a. kemanusiaan; b. manfaat; dan c. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 3 BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. Pasal 4 BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip: a. kegotongroyongan; b. nirlaba; c. keterbukaan; d. kehati-hatian; e. akuntabilitas; f. portabilitas; g. kepesertaan bersifat wajib; h. dana amanat; dan i. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta. BAB II PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Pembentukan Pasal 5 (1) Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS. (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. BPJS Kesehatan; dan b. BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 6 (1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan. (2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program: a. jaminan kecelakaan kerja; b. jaminan hari tua; c. jaminan pensiun; dan d. jaminan kematian. BAB III STATUS DAN TEMPAT KEDUDUKAN Bagian Kesatu Status Pasal 7 (1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-Undang ini. (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden. Bagian Kedua Tempat Kedudukan Pasal 8 (1) BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara Republik Indonesia. (2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten/kota. BAB IV FUNGSI, TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN Bagian Kesatu, Fungsi Pasal 9 (1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. (2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua. Bagian Kedua Tugas Pasal 10 Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk: a. melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; b. memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c. menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; d. mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta; e. mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; f. membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat. Bagian Ketiga Wewenang Pasal 11 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Jaminan sosial nasional; d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Bagian Keempat Hak Pasal 12 Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk: a. memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan. Bagian Kelima Kewajiban Pasal 13 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban untuk: a. memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta; b. mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya kepentingan Peserta; c. memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya; d. memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional; e. memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti Ketentuan yang berlaku; f. memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya; g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; h. memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; i. membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan berlaku umum; j. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial; dan k. melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. BAB V PENDAFTARAN PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN Bagian Kesatu Pendaftaran Peserta Pasal 14 Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial. Pasal 15 (1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. (2) Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. (3) Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 16 (1) Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS, sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan data mengenai dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS. Pasal 17 (1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. denda; dan/atau c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. (3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS. (4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 (1) Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS. (2) Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS. Bagian Kedua Pembayaran Iuran Pasal 19 (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS. (2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (3) Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS. (4) Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran kepada BPJS. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden; dan b. besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VI ORGAN BPJS Bagian Kesatu Struktur Pasal 20 Organ BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Bagian Kedua Dewan Pengawas Pasal 21 (1) Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang profesional. (2) Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur Pekerja, dan 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, serta 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat. (3) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (4) Salah seorang dari anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai ketua Dewan Pengawas oleh Presiden. (5) Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 22 (1) Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas bertugas untuk: a. melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi; b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi; c. memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan d. menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. (3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Pengawas berwenang untuk: a. menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS; b. mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi; c. mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; d. melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; dan e. memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi. (4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas. Bagian Ketiga Direksi Pasal 23 (1) Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. (2) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (3) Presiden menetapkan salah seorang dari anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai direktur utama. (4) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 24 (1) Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan haknya. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi bertugas untuk: a. melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; b. mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan c. menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direksi berwenang untuk: a. melaksanakan wewenang BPJS; b. menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian; c. menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS; d. mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi; e. menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas; f. melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas; g. melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden; dan h. melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direksi. BAB VII PERSYARATAN, TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN, DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS DAN ANGGOTA DIREKSI Bagian Kesatu Persyaratan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Paragraf 1 Persyaratan Umum Pasal 25 (1) Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. sehat jasmani dan rohani; d. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; e. memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk pengelolaan program Jaminan Sosial; f. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat dicalonkan menjadi anggota; g. tidak menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik; h. tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan; i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau j. tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan. (2) Selama menjabat, anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lainnya. Paragraf 2 Persyaratan Khusus Pasal 26 Selain harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang manajemen, khususnya di bidang pengawasan paling sedikit 5 (lima) tahun. Pasal 27 Selain harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota Direksi harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki kompetensi yang terkait untuk jabatan direksi yang bersangkutan dan memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 5 (lima) tahun. Bagian Kedua Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Pasal 28 (1) Untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah dan 5 (lima) orang unsur masyarakat. (3) Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 29 (1) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengumumkan penerimaan pendaftaran calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditetapkan. (2) Pendaftaran dan seleksi calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja secara terus-menerus. (3) Panitia seleksi mengumumkan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pendaftaran ditutup. (4) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada panitia seleksi paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diumumkan. (5) Panitia seleksi menentukan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon anggota Direksi yang akan disampaikan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditutupnya masa penyampaian tanggapan dari masyarakat. Pasal 30 (1) Presiden memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pemerintah dan anggota Direksi berdasarkan usul dari panitia seleksi. (2) Presiden mengajukan nama calon anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang diperlukan, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi. (3) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan usulan dari Presiden. (4) Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan nama calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan. (5) Presiden menetapkan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan surat dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (6) Penetapan anggota Dewan Pengawas dari unsur pemerintah dan anggota Direksi dilakukan bersama-sama dengan penetapan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Pasal 31 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Presiden. Bagian Ketiga Pemberhentian Pasal 32 Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. masa jabatan berakhir; atau c. diberhentikan. Pasal 33 (1) Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi dapat diberhentikan sementara karena: a. sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya; b. ditetapkan menjadi tersangka; atau c. dikenai sanksi administratif pemberhentian sementara. (2) Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menunjuk pejabat sementara dengan mempertimbangkan usulan dari DJSN. (3) Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan pada jabatannya apabila telah dinyatakan sehat kembali untuk melaksanakan tugas atau apabila statusnya sebagai tersangka dicabut, atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut. (4) Pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak dinyatakan sehat atau statusnya sebagai tersangka dicabut atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut. (5) Pemberhentian sementara anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Presiden. Pasal 34 Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan dari jabatannya karena: a. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya; b. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan karena alasan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. merugikan BPJS dan kepentingan Peserta Jaminan Sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil; d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana; e. melakukan perbuatan tercela; f. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi; dan/atau g. mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri. Pasal 35 Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Presiden mengangkat anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi pengganti untuk meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan. Pasal 36 (1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi untuk memilih calon anggota pengganti antarwaktu. (2) Prosedur pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31. (3) Dalam hal sisa masa jabatan yang kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan anggota pengganti antarwaktu berdasarkan usulan DJSN. (4) DJSN mengajukan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan peringkat hasil seleksi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 37 (1) BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. (2) Periode laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (3) Bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh BPJS setelah berkonsultasi dengan DJSN. (4) Laporan keuangan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. (5) Laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. (6) Bentuk dan isi publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas. (7) Ketentuan mengenai bentuk dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 38 (1) Direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial. (2) Pada akhir masa jabatan, Dewan Pengawas dan Direksi wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. BAB IX PENGAWASAN Pasal 39 (1) Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. (2) Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh organ pengawas BPJS, yang terdiri atas: a. Dewan Pengawas; dan b. satuan pengawas internal. (3) Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh: a. DJSN; dan b. lembaga pengawas independen. BAB X ASET Bagian Kesatu Pemisahan Aset Pasal 40 (1) BPJS mengelola: a. aset BPJS; dan b. aset Dana Jaminan Sosial. (2) BPJS wajib memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial. (3) Aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. (4) BPJS wajib menyimpan dan mengadministrasikan Dana Jaminan Sosial pada bank kustodian yang merupakan badan usaha milik negara. Bagian Kedua Aset BPJS Pasal 41 (1) Aset BPJS bersumber dari: a. modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham; b. hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program Jaminan sosial; c. hasil pengembangan aset BPJS; d. dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial; dan/atau e. sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Aset BPJS dapat digunakan untuk: a. biaya operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial; b. biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan Jaminan Sosial; c. biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan; dan d. investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 42 Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bagian Ketiga Aset Dana Jaminan Sosial Pasal 43 (1) Aset Dana Jaminan Sosial bersumber dari: a. Iuran Jaminan Sosial termasuk Bantuan Iuran; b. hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial; c. hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dari Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial; dan d. sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Aset Dana Jaminan Sosial digunakan untuk: a. pembayaran Manfaat atau pembiayaan layanan Jaminan Sosial; b. dana operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial; dan c. investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan aset Dana Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Biaya Operasional Pasal 44 (1) Biaya operasional BPJS terdiri atas biaya personel dan biaya non personel. (2) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan. (3) Biaya personel mencakup Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya. (4) Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan memperoleh Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya yang sesuai dengan wewenang dan/atau tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas di dalam BPJS. (5) Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memperhatikan tingkat kewajaran yang berlaku. (6) Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja BPJS yang dibayarkan dari hasil pengembangan. (7) Ketentuan mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi karyawan ditetapkan dengan peraturan Direksi. (8) Ketentuan mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan lainnya serta insentif bagi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi diatur dengan Peraturan Presiden. Pasal 45 (1) Dana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan persentase dari Iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil pengembangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persentase dana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XI PEMBUBARAN BPJS Pasal 46 BPJS hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang. Pasal 47 BPJS tidak dapat dipailitkan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai kepailitan. BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Penyelesaian Pengaduan Pasal 48 (1) BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta. (2) BPJS wajib menangani pengaduan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya pengaduan. (3) Ketentuan mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS. Bagian Kedua Penyelesaian sengketa Melalui Mediasi Pasal 49 (1) Pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi. (2) Mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan mediator yang disepakati oleh kedua belah pihak secara tertulis. (3) Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh kedua belah pihak. (4) Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi, setelah ada kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis, bersifat final dan mengikat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Pasal 50 Dalam hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan Peserta melalui mekanisme mediasi tidak dapat terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon. BAB XIII HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN Pasal 51 (1) Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial, BPJS bekerja sama dengan lembaga Pemerintah. (2) Dalam menjalankan tugasnya, BPJS dapat bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri. (3) BPJS dapat bertindak mewakili Negara Republik Indonesia sebagai anggota organisasi atau anggota lembaga internasional apabila terdapat ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau lembaga internasional tersebut mengharuskan atas nama negara. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara hubungan antarlembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIV LARANGAN Pasal 52 Anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi dilarang: a. memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga antaranggota Dewan Pengawas, antaranggota Direksi, dan antara anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi; b. memiliki bisnis yang mempunyai keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial; c. melakukan perbuatan tercela; d. merangkap jabatan sebagai anggota partai politik, pengurus organisasi masyarakat atau organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan program Jaminan Sosial, pejabat struktural dan fungsional pada lembaga pemerintahan, pejabat di badan usaha dan badan hukum lainnya; e. membuat atau mengambil keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan; f. mendirikan atau memiliki seluruh atau sebagian badan usaha yang terkait dengan program Jaminan Sosial; g. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; h. menyalahgunakan dan/atau menggelapkan aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; i. melakukan subsidi silang antarprogram; j. menempatkan investasi aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah; k. menanamkan investasi kecuali surat berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan sosial; 1. membuat atau menyebabkan adanya suatu laporan palsu dalam buku catatan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial; dan/atau m. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial. Pasal 53 (1) Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dikenai sanksi administratif. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; dan/atau c. pemberhentian tetap. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 54 Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf 1, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 55 Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). BAB XVI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 56 (1) Presiden sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan dan laporan kinerja BPJS sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial nasional. (2) Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter yang mempengaruhi tingkat solvabilitas BPJS, Pemerintah dapat mengambil kebijakan khusus untuk menjamin kelangsungan program Jaminan Sosial. (3) Dalam hal terjadi krisis keuangan dan kondisi tertentu yang memberatkan perekonomian, Pemerintah dapat melakukan tindakan khusus untuk menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan penyelenggaraan program Jaminan Sosial. BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Asuransi Kesehatan Indonesia atau disingkat PT Askes (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 16) diakui keberadaannya dan tetap melaksanakan program jaminan kesehatan, termasuk menerima pendaftaran peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan; b. Kementerian Kesehatan tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan; c. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program layanan kesehatan bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; d. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan: 1. program jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk penambahan peserta baru sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan; dan 2. program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. e. Perusahaan Perseroan (Persero) PT ASABRI atau disingkat PT ASABRI (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 88), berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun, Tunjangan bersifat Pensiun, dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2812), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3369), Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian Pensiun Kepada Warakawuri, Tunjangan Kepada Anak Yatim/Piatu, dan Anak Yatim-Piatu Militer Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2863), dan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. f. Perusahaan Perseroan (Persero) PT DANA TABUNGAN DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI atau disingkat PT TASPEN (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) sampai dengan beroperasinya BPJS Kesehatan ditugasi untuk: a. menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). b. menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. Pasal 59 Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi. Pasal 60 (1) BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. (2) Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat; b. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden; dan c. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan. (3) Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan; b. semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan; dan c. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Pasal 61 Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) sampai dengan berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditugasi untuk: a. menyiapkan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan; b. menyiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian; c. menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) terkait penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan ke BPJS Kesehatan; dan d. menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 62 (1) PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014. (2) Pada saat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan; b. semua pegawai PT Jamsostek (Persero) beralih menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan; c. Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan; dan d. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), termasuk menerima peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat 1 Juli 2015. Pasal 63 Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Pasal 64 BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi Peserta, selain peserta program yang dikelola PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero), sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat tanggal 1 Juli 2015. Pasal 65 (1) PT ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. (2) PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. Pasal 66 Ketentuan mengenai tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dari PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 67 Ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297) tidak berlaku untuk pembubaran PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf a dan Pasal 62 ayat (2) huruf a. Pasal 68 Pada saat berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini: a. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi; dan b. Ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64. Pasal 69 Pada saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 70 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama: a. 1 (satu) tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Kesehatan; dan b. 2 (dua) tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 71 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 116BPJS merupakan jenis jaminan apa?
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011.
Lihat jawaban lengkap
Apa saja yang dapat menjadi objek jaminan fidusia?
I. | UMUM | ||
1. | Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam. | ||
2. | Selama ini, kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband, Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan pada dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara. | ||
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. | |||
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai Benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, Benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak. | |||
3. | Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. | ||
Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin kepentingan pihak yang menerima fidusia. Pemberi Fidusia mungkin saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima Fidusia. | |||
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan ( inventory ), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-undang ini objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu benda bergerak yang berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. | |||
Dalam Undang-undang ini, diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan ( preferen ) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan Fidusia memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini dapat memberikan Jaminan kepada pihak Penerima Fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap Benda tersebut. | |||
II. | PASAL DEMI PASAL | ||
Pasal 1 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 2 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 3 | |||
Huruf a | |||
Berdasarkan ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia. | |||
Huruf b | |||
Cukup jelas | |||
Huruf c | |||
Cukup jelas | |||
Huruf d | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 4 | |||
Yang dimaksud dengan “prestasi” dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang. | |||
Pasal 5 | |||
Ayat (1) | |||
Dalam akta Jaminan Fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut. | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 6 | |||
Huruf a | |||
Yang dimaksud dengan “identitas” dalam Pasal ini adalah meliputi Hama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan. | |||
Huruf b | |||
Yang dimaksud dengan “data perjanjian pokok” adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia. | |||
Huruf c | |||
Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan Benda tersebut, dan dijelaskan mengenai Surat bukti kepemilikannya. | |||
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut. | |||
Huruf d | |||
Cukup jelas | |||
Huruf e | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 7 | |||
Huruf a | |||
Cukup jelas | |||
Huruf b | |||
Utang yang akan timbul di kemudian hari yang dikenal dengan istilah “kontinjen”, misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank. | |||
Huruf c | |||
Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang jumlahnya dapat ditentukan kemudian. | |||
Pasal 8 | |||
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu Penerima Fidusia dalam rangka pembiayaan kredit konsorsium. | |||
Yang dimaksud dengan “kuasa” adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari Penerima Fidusia untuk mewakili kepentingannya dalam penerimaan Jaminan Fidusia dari Pemberi Fidusia. | |||
Yang dimaksud dengan “wakil” adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam penerimaan Jaminan Fidusia, misalnya, Wali Amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi. | |||
Pasal 9 | |||
Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi komersial. Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang. | |||
Pasal 10 | |||
Huruf a | |||
Yang dimaksud dengan “hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia” adalah segala sesuatu yang diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia. | |||
Huruf b | |||
Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu diasuransikan, maka klaim asuransi tersebut merupakan hak Penerima Fidusia. | |||
Pasal 11 | |||
Pendaftaran Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia. | |||
Pasal 12 | |||
Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis. | |||
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara bertahap, sesuai keperluan, di ibukota propinsi di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. | |||
Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya. | |||
Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. | |||
Pasal 13 | |||
Ayat (1) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (3) | |||
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). | |||
Ayat (4) | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 14 | |||
Ayat (1) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (3) | |||
Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi pengalihan piutang atas nama dan kebendaan tak berwujud lainnya. | |||
Pasal 15 | |||
Ayat (1) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (2) | |||
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. | |||
Ayat (3) | |||
Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak Pemberi Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang eksekusi Jaminan Fidusia melalui lembaga parate eksekusi. | |||
Pasal 16 | |||
Ayat (1) | |||
Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, harus diberitahukan kepada para pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha. | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 17 | |||
Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia. | |||
Pasal 18 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 19 | |||
“pengalihan hak atas piutang” dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah “cessie” yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban Penerima Fidusia lama beralih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada Pemberi Fidusia. | |||
Pasal 20 | |||
Ketentuan ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak alas kebendaan (in rem). | |||
Pasal 21 | |||
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan Penerima Fidusia, maka Benda yang dialihkan tersebut wajib diganti dengan objek yang setara. | |||
Yang dimaksud dengan “mengalihkan” antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya. | |||
Yang dimaksud dengan “setara” tidak hanya nilainya tetapi jugs jenisnya. Yang dimaksud dengan “ciders janji” adalah tidak memenuhi prestasi, baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian Jaminan Fidusia, niaupun perjanjian jaminan lainnya. | |||
Pasal 22 | |||
Yang dimaksud dengan “harga pasar” adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar pads saat penjualan. Benda tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan pei1jualan. Benda tersebut. | |||
Pasal 23 | |||
Ayat (1) | |||
Yang dimaksud dengan “menggabungkan” adalah penyatuan bagian-bagian dari Benda tersebut. | |||
Yang dimaksud dengan “mencampur” adalah penyatuan. Benda yang sepadan dengan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. | |||
Ayat (2) | |||
Yang dimaksud dengan “benda yang tidak merupakan benda persediaan”, misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi objek Jaminan Fidusia. | |||
Pasal 24 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 25 | |||
Ayat (1) | |||
Sesuai dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya Jaminan Fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. | |||
Yang dimaksud dengan “hapusnya utang” antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditor. | |||
Ayat (2) | |||
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek Jaminan Fidusia tersebut. | |||
Ayat (3) | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 26 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 27 | |||
Ayat (1) | |||
Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (3) | |||
Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalam Undang-undang tentang Kepailitan menentukan bahwa Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi. | |||
Pasal 28 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 29 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 30 | |||
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang. | |||
Pasal 31 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 32 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 33 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 34 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 35 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 36 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 37 | |||
Ayat (1) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (2) | |||
Cukup jelas | |||
Ayat (3) | |||
Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik di dalam maupun di luar kepailitan dan atau likuidasi. | |||
Pasal 38 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 39 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 40 | |||
Cukup jelas | |||
Pasal 41 | |||
Cukup jelas | |||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3889 |
Apa yang menjadi objek hukum jaminan?
Jadi, objek forma hukum jaminan adalah bagaimana subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat didalam pembebanan jaminan.
Lihat jawaban lengkap
Apa yang dimaksud dengan jaminan apa saja?
Jaminan – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Untuk jaminan dalam hukum, lihat:, Jaminan atau agunan (bahasa : warranty ) adalah atau barang-barang berharga milik pihak peminjam () yang dijanjikan atau dititipkan kepada pemberi pinjaman () sebagai tanggungan atau jaminan atas yang diterima jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman atau memenuhi kewajiban peminjam tersebut.
Artikel bertopik akuntansi ini adalah sebuah, Anda dapat membantu Wikipedia dengan, |
ul>
Jaminan berupa apa saja yang dapat dilakukan pengikatan secara fidusia?
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (‘UU 42/1999’), jenis perjanjian yang dapat menggunakan fidusia sebagai jaminannya adalah setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda jaminan fidusia.
Lihat jawaban lengkap
Apa itu jaminan bank?
Bank Garansi Bank Garansi adalah jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank yang dapat menimbulkan kewajiban Bank untuk membayar kepada pihak penerima Bank Garansi apabila pihak terjamin wanprestasi. Jenis Bank Garansi
Jaminan Penawaran Jaminan Uang Muka Jaminan Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Jaminan Sanggah Banding Jaminan Jual Beli Jaminan Pembayaran
Ketentuan Bank Garansi
Jangka waktu berlakunya Bank Garansi disesuaikan dengan isi perjanjian/kontrak yang menjadi dasar dalam penerbitan Bank Garansi dimaksud.Agunan yang dijaminkan untuk penerbitan Bank Garansi antara lain dapat berupa jaminan uang tunai (Cash Collateral) yang diblokir dalam rekening Giro, Deposito atau Tabungan, Aktiva Tetap, dan Kontra Bank Garansi.Agunan yang dijaminkan khusus untuk penerbitan Bank Garansi dengan jenis Jaminan Sanggahan Banding diwajibkan menggunakan jaminan uang tunai (Cash Collateral) yang diblokir dalam rekening Giro dengan nilai sebesar 100% (seratus persen).Agunan yang dijaminkan khusus untuk penerbitan Bank Garansi dengan jenis Jaminan Pembayaran diwajibkan menggunakan uang tunai (Cash Collateral) yang diblokir dalam rekening Giro dengan nilai 100% (seratus persen) atau Kontra Garansi (back to back) dari perusahaan asuransi yang telah bekerjasama dengan Bankaltimtara.Kantor Pusat dan Kantor Cabang dapat memutuskan secara langsung dan melaksanakan penerbitan Bank Garansi yang menggunakan agunan berupa uang tunai (Cash Collateral) yang diblokir dalam rekening Giro atau berupa Kontra Bank Garansi.
Persyaratan Bank Garansi
Permohonan Bank Garansi Melampirkan fotocopy KTP/SIM/Paspor Pengurus yang masih berlaku Melampirkan fotocopy NPWP Melampirkan fotocopy Akta pendirian beserta perubahannya dan susunan pengurus terbaru disertai pernyataan keabsahaanya Melampirkan fotocopy Ijin-ijin usaha lainnya (SIUP, SITU,TDP) Gunning / SPK / Kontrak Agunan Aktiva Tetap / Bergerak Agunan blokir Giro Melampirkan Kontra Garansi dari Asuransi Melampirkan Surat Jawaban Sanggahan (Untuk BG Sanggah Banding) Surat Penunjukan Pemenang Barang & Jasa Surat Pengumuman Lelang Berita Acara Prestasi Pekerjaan
Biaya Bank Garansi
Biaya administrasi dalam setiap penerbitan Bank Garansi termasuk yang dibatalkan ditetapkan sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).Besaran provisi sesuai dengan Surat Keputusan Direksi yang berlaku.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan perbankan?
Sobat Sikapi, sudah tahukah tentang Lembaga Penjamin? Lembaga Penjamin merupakan lembaga keuangan khusus yang berperan mendorong kemandirian usaha dan pemberdayaan dunia usaha serta meningkatkan akses bagi dunia usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan koperasi dan usaha prospektif lainnya kepada sumber pembiayaan.
Dalam perkembangannya, per 30 Juni 2020 terdapat 21 Lembaga Penjamin di Indonesia yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdiri dari 1 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Jamkrindo, 2 Perusahaan Penjaminan Kredit Swasta (PT Penjaminan Kredit Pengusaha Indonesia/PT PKPI dan PT Sinarmas Penjaminan Kredit), dan 18 Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida).
Melalui sistem penjaminan kredit, lembaga penjamin menjembatani akses UMKM ke bank/lembaga keuangan, khususnya UMKM yang feasible namun belum bankable artinya keterbatasan modal yang dimiliki UMKM disebabkan kesulitan mengakses sumber pembiayaan karena tidak mampu menyediakan agunan.
Perusahaan Penjaminan Kredit ini berfungsi menjamin pemenuhan kewajiban finansial UMKM sebagai penerima kredit dari bank/lembaga keuangan. Kegiatan penjaminan merupakan kegiatan perlindungan atau proteksi atas risiko kerugian yang mungkin terjadi, dimana risiko kerugian tersebut harus dapat diukur secara finansial.
Terdapat 3 pihak yang terkait dalam kegiatan penjaminan, yaitu Penjamin, Penerima Jaminan, dan Terjamin. Dalam skema penjaminan ini, Penjamin menanggung pembayaran atas kewajiban finansial dari Terjamin kepada Penerima Jaminan apabila Terjamin tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
Nah apa saja kegiatan usaha Lembaga Penjamin? Kegiatan utamanya meliputi 1) Penjaminan kredit, pembiayaan, atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh lembaga keuangan; 2) Penjaminan pinjaman yang disalurkan oleh koperasi simpan pinjam atau koperasi yang mempunyai unit usaha simpan pinjam kepada anggotanya; dan 3) Penjaminan kredit dan/atau pinjaman program kemitraan yang disalurkan oleh BUMN dalam rangka Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Selain kegiatan utama diatas, Lembaga Penjamin dapat melakukan penjaminan atas surat utang; penjaminan pembelian barang secara angsuran; penjaminan transaksi dagang; penjaminan pengadaan barang dan/atau jasa ( surety bond ); penjaminan kontrak bank garansi; penjaminan surat kredit berdokumen dalam negeri; penjaminan letter of credit ; penjaminan kepabeanan ( customs bond ); penjaminan cukai; pemberian jasa konsultasi manajemen terkait dengan kegiatan usaha Penjaminan; dan kegiatan usaha lainnya setelah mendapat persetujuan dari OJK.
- Dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya di bidang penjaminan, Lembaga Penjaminan dan Lembaga Penjaminan Syariah diwajibkan memiliki nilai Penjaminan bagi Usaha Produktif paling sedikit 25% dari total nilai Penjaminan.
- Lembaga Penjaminan sebagai salah satu industri keuangan non-bank yang diatur OJK juga memiliki larangan untuk memberikan pinjaman atau menerima pinjaman.
Ketentuan mengenai pemberian pinjaman hanya dapat dikecualikan bagi Lembaga Penjamin dan Lembaga Penjamin Syariah dalam rangka melakukan restrukturisasi penjaminan bagi UMKM. Sedangkan terhadap larangan penerimaan pinjaman hanya dapat dikecualikan bagi Lembaga Penjamin dan Lembaga Penjamin Syariah yang menerima pinjaman dengan menerbitkan obligasi wajib konversi ( mandatory convertible bonds ).
Nah Sobat Sikapi, cukup familiar ya dengan lembaga penjamin ini yang ternyata fungsinya sangat mendukung pemerintah di bidang tertentu khususnya pemberdayaan UMKM. Sobat Sikapi, jangan lupa ya cek legalitas lembaga penjamin yang terdaftar dan diawasi OJK di https://ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/lembaga-keuangan-khusus/Default.aspx,
Sumber: https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/LiterasiPerguruanTinggi/book/book7/reader.html https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/direktori/lembaga-keuangan-khusus/Documents/Direktori%20Lembaga%20Penjamin%20-%2030%20Juni%202020.xlsx https://keuangan.kontan.co.id/news/perusahaan-penjaminan-kredit-pasang-target-tinggi-di-2019
Lihat jawaban lengkap